Yuswohady menjelaskan kesan yang dimunculkan oleh endorser akan menular kepada produk yang dia promosikan. Dalam hal Rachel Vennya, ketika publik memandangnya negatif maka barang yang dia endorse bisa saja mendapatkan kesan negatif pula.
"Kalau kaya Rachel Vennya ini karena lagi kasus dan kasusnya itu kan nggak bagus, ya menurut saya sih brand mestinya menghindari karena image-nya (Rachel Vennya) nggak bagus kan, (brand yang di-endorse) jadi ikut-ikutan nggak bagus," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut dia, jadi ketika seorang endorser mendapatkan citra negatif yang terancam bukan hanya reputasinya tapi juga brand yang dia endorse.
"Kalau artis kan jatuh ya jatuh saja gitu nanti terus nggak beken lagi atau justru dengan banyak kontroversi malah tambah beken. Tapi kalau brand kan nggak begitu, brand itu kan bukan untuk kontroversial, tapi (brand) itu dibangun agar image-nya bagus," lanjut Yuswohady.
Sebelum Rachel Vennya ketahuan tidak melaksanakan karantina, dan kesan publik terhadap dirinya masih baik-baik saja mungkin loyalitas follower-nya masih cukup tinggi. Tapi kini bagi brand yang ingin di-endorse olehnya justru berisiko.
Jadi, loyalitas followers bisa dilihat dari kesan yang dimunculkan oleh si selebgram. Umumnya para influencer ini bisa meraih loyalitas karena memiliki kesan positif. Jika tersandung isu negatif, loyalitas pengikut bisa luntur.
"Biasanya (influencer) yang jadi panutan itu bukan yang kontroversial," tambahnya.
(toy/das)