.webp)
Bank Indonesia (BI) menyatakan, pengurangan stimulus moneter atau tapering yang bakal dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) dampaknya lebih rendah dibanding dengan taper tantrum yang terjadi pada tahun 2013. Ada beberapa alasan, salah satunya karena komunikasi yang jelas.
"Kesimpulan yang utama bahwa dibandingkan dengan Fed taper tantrum bahwa pengaruh dan dampak terhadap Indonesia, dari rencana Fed tapering ini jauh lebih rendah dari Fed taper tantrum pada tahun 2013 atau bahkan beberapa episode kemudian," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers KSSK, Rabu (27/10/2021).
"Satu, kenapa demikian, adalah kejelasan komunikasi dari The Fed yang terus menerus menjelaskan rencana itu, dan antisipasi pasar yang lebih baik," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perry juga yakin dampaknya terhadap Indonesia lebih kecil karena kondisi ekonomi yang lebih baik. Itu tercermin dari defisit transaksi berjalan yang rendah.
"Kalau Fed taper tantrum 2013 defisit transaksi berjalan itu lebih dari 3% per PDB. Sekarang tahun ini kita perkirakan 0 sampai 0,8% dan tahun depan juga lebih rendah. Sehingga tekanan-tekanan fundamental dari nilai tukarnya juga jauh lebih rendah," ujarnya.
Kemudian, hal itu juga disebabkan oleh koordinasi yang semakin erat antara BI dan Kementerian Keuangan dalam melakukan langkah-langkah stabilisasi.
"Kemampuan koordinasi yang erat Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia melakukan langkah-langkah stabilisasi tidak hanya nilai tukar, tapi juga perubahan dari yield SBN yang terus dilakukan secara baik. Ditambah lagi jumlah cadangan devisa kita yang juga lebih besar US$ 146,9 miliar," katanya.
Baca juga: Gonjang-ganjing Tapering, Apa Sih Itu? |
(acd/zlf)
