Kedua, Faisal juga menilai Indonesia terlalu mengobral kepada China dalam hal smelter nikel. Banyak pabrik pemurnian nikel di Indonesia yang merupakan investasi China ternyata memberikan keuntungan terlalu besar kepada China.
"Coba bayangkan kalau pengusaha China punya smelter di China itu beli bijih nikelnya US$ 80 per ton, tapi kalau pengusaha china yang punya smelter di Indonesia beli bijih nikelnya US$ 20 per ton, kan bodoh kita. Jangan diobral begitu," tegasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menilai smelter milik investor China di RI tidak sepenuhnya mendukung industrialisasi di Indonesia. Karena ternyata mereka masih melakukan ekspor produk turunan nikel setengah jadi. Menurutnya hal itu telah merugikan Indonesia sekitar Rp 200 triliun dalam 5 tahun terakhir.
"Jadi bijih nikel ini kan diolah di smelter itu menjadi antara lain nickel pig iron yang tingkat pengolahannya 10-15%. Kemudian feronikel kira-kira 25% pengolahannya. Selevel itu saja hampir 100% diekspor ke China. Jadi tidak benar bahwa smelter china itu mendukung industrialisasi di Indonesia, yang betul smelter China mendukung industrialisasi di China. Masa kita diam saja, harusnya itu sudah dipansuskan di DPR," tegasnya.
Tak hanya itu, di beberapa smelter nikel milik investor China di Indonesia ternyata mendatangkan TKA China yang begitu banyak. Bahkan untuk posisi terendah sekalipun, seperti juru masak hingga satpam.
"Sudah itu mereka bebas bawa pekerjanya bukan yang ahli, kalau ahli kita nggak keberatan, tapi kalau bawa tukang kebun, yes tukang kebun, saya datanya ada semua. Insya Allah saya bicara dengan data selalu. Kemudian satpam, lantas juru masak. Ya boleh 1-2 orang juru masak, tapi jangan semua dong," terangnya.
(das/zlf)