Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya duplikasi data dalam aplikasi yang digunakan sebagai sistem pembayaran insentif tenaga kesehatan (nakes) milik Kementerian Kesehatan. Menariknya ada nakes yang mendapatkan kelebihan pembayaran insentif hingga Rp 50 juta.
Hal itu disampaikan oleh Ketua BPK Agung Firman Sampurna yang mengatakan bahwa angka kelebihan bayar insentif nakes itu bervariasi, mulai dari Rp 178 ribu hingga Rp 50 juta.
"Secara khusus itu sampai 8 September 2021 masih penambahan insentif nakes. Ada kelebihan 8.961 nakes sampai 19 Agustus 2021. Kelebihan pembayaran ke nakes Rp 178 ribu sampai dengan Rp 50 juta," terangnya di Gedung BPK, Jakarta, Senin (1/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung tidak menjelaskan profesi nakes apa yang mendapatkan insentif hingga Rp 50 juta tersebut. Namun dia menegaskan profesi yang masuk dalam kategori nakes cukup luas.
"Nanti akan kita lihat, semua yang terlibat dalam penanganan kesehatan ini dianggap sebagai nakes. Pasti beda-beda kan polanya. Jadi jangan dilihat ada pendukung tenaga kesehatan dapat Rp 50 juta, mungkin yang di atasnya, mungkin dokternya, jadi angkanya sebesar itu," ucapnya.
Sekadar informasi, polemik duplikasi data insentif nakes ini berawal dari temuan BPK yang awalnya melakukan pemeriksaan pinjaman luar negeri dari AIIB untuk program Indonesia Respons to COVID-19. Jumlah pinjaman itu mencapai US$ 500 juta. Nah uang tersebut dipergunakan untuk membayar insentif nakes di tahun ini.
Kemenkes sendiri dalam bertanggung jawab dalam pelaksanaan penyaluran insentif nakes untuk para nakes di RS pemerintah pusat, RS swasta, RS TNI Polri dan RS BUMN. Sedang untuk nakes di RSUD anggarannya diberikan melalui pemerintah daerah.