PT Garuda Indonesia (Persero) membutuhkan Rp 7,5 triliun atau sebesar US$ 527 juta dari pemerintah sebagai bagian dari upaya restrukturisasi perusahaan. Dana tersebut merupakan dana dari program Investasi Pemerintah Pemulihan Ekonomi Nasional (IP-PEN) yang belum cair.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI, Selasa (8/11) lalu, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, mulanya pemerintah menyetujui anggaran Rp 8,5 triliun. Namun, pemerintah baru mencairkan Rp 1 triliun.
"Dari sisi pendanaan seperti disampaikan di beberapa rapat yang lalu sebenarnya masih ada program IP-PEN yang Rp 7,5 triliun yang ada di rekening sementara di Kemenkeu. Dulu kan di awal 2020 ada persetujuan Rp 8,5 triliun, yang sempat cair Rp 1 triliun," kata pria yang akrab disapa Tiko ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sisa dana sebanyak Rp 7,5 triliun belum bisa cair. Sebab, parameternya tidak bisa dipenuhi Garuda. Saat ini, pihaknya tengah melakukan negosiasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
"Rp 1 triliun cair, kemudian paramerternya tidak bisa dipenuhi lagi. Nah ini kami sedang negosiasi dengan Kementerian Keuangan Rp 7,5 triliun ini bisa kita negosiasi parameter dan skemanya. Karena kalau kita menggunakan parameter yang disetujui 2020 sudah nggak ada yang ketemu Pak," terangnya.
Ia melanjutkan, sebagai tahap awal pihaknya membutuhkan US$ 90 juta. Dana tersebut akan digunakan untuk menjalani proses hukum dan bentuk komitmen Garuda dengan para kreditur. Dana tersebut juga untuk menjaga cashflow Garuda dalam beberapa waktu ke depan.
"Harapannya memang US$ 90 juta itu bisa kita gunakan di awal proses hukum, karena kreditur ingin di awal proses hukum itu kita ada semacam token dari pemerintah, untuk menunjukkan bahwa pemerintah commit namun sisanya baru dicairkan setelah restrukturisasinya disepakati," terangnya.
"Kita butuh tokennya untuk bisa menjaga Garuda bisa terbang dengan cashflow yang cukup selama proses negosiasi 4-5 bulan ke depan," sambungnya.
Kondisi Garuda sangat memprihatinkan. Klik halaman berikutnya.