Ekonom Senior Indef Dradjad Wibawa menambahkan, China bisa 'mengekspor' inflasi ke seluruh dunia termasuk Indonesia karena perannya sebagai rantai pasok terbesar. Senada dengan Bhima, dia juga menilai harga-harga akan ikut terkerek naik.
"Apalagi, Indonesia masih defisit perdagangan dengan China. Efeknya Indonesia berisiko nebgalamu peningkatan inflasi dan harga-harga akan naik," ujarnya.
Dia juga menuturkan, inflasi tersebut dapat berkaitan dengan investasi dan modal kerja di Indonesia. Meski begitu, perlu dikaji lebih mendalam terkait seberapa besar pengaruhnya dalam biaya modal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia sekarang semakin banyak memakai pembiayaan dari China. Inflasi di China bisa menaikkan cost of money dalam pembiayaan investasi dan modal kerja di Indonesia. Saya belum tahu seberapa besar, tapi yang jelas membuat biaya modal di Indonesia lebih mahal," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Statistik Nasional China mencatat data terbaru inflasi di Oktober 2021 terpantau dari Indeks Harga Produsen atau Producer Price Index (PPI) melonjak 13,5%.
"Pada bulan Oktober, kenaikan PPI meluas karena kombinasi faktor global yang diimpor dan ketatnya pasokan energi dan bahan baku domestik utama," kata ahli statistik senior NBS Dong Lijuan dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AFP.
Dong menambahkan, 36 dari 40 sektor industri yang disurvei mengalami kenaikan harga termasuk lonjakan harga pertambangan batubara dan ekstraksi minyak serta gas alam
Selain itu, Indeks Harga Konsumen atau Consumer Price Index (CPI), ukuran utama inflasi ritel, meningkat 1,5% pada Oktober atau naik 0,7% pada September. "Ini karena efek gabungan dari cuaca yang tidak biasa, ketidaksesuaian permintaan dan pasokan produk tertentu, serta kenaikan biaya modal," kata Dong.
(fdl/fdl)