JD.com China pada hari Kamis (18/11/2021) memperingatkan adanya konsumsi yang melambat di tengah biaya produksi yang lebih tinggi, dan hal ini dapat merugikan bisnis dan bahkan ketika perusahaan e-commerce lain melaporkan hasil kuartalan yang melebihi harapan pasar.
Telah diketahui ekonomi di dunia telah pulih dari pandemi, namun masih kekurangan listrik dan kesengsaraan pada rantai pasokan yang telah merusak output pabrik. Industri teknologi negara juga masih bergulat dengan tindakan keras atas peraturan untuk alasan antimonopoli dan keamanan dimana peraturan ini telah mempengaruhi pemain kuat termasuk Alibaba Group Holding.
"Kami memang melihat tantangan yang cukup banyak, terutama pada semester kedua tahun ini, permintaan konsumsi yang relatif lemah, perubahan footprint yang ketat dari hulu, kenaikan harga bahan baku, kasus COVID, cuaca ekstrem, dan lain-lain," kata Presiden JD, Lei Xu, dalam konferensi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tantangan makroekonomi serta peraturan ini juga kemungkinan akan menghambat pertumbuhan perusahaan e-commerce di China, dimana sebagian besar keuntungan yang diperoleh berasal dari belanja online yang meningkat di tengah pandemi varian Delta ini.
Namun di balik banyaknya tantangan, dikutip dari Reuters, Senin (22/11/2021), pada kuartal ketiga penjualan JD di segmen produknya yang mencakup ritel online, melonjak 22.9%. Dan pendapatan bersih naik menjadi 218,7 miliar yuan atau US$ 34,27 miliar atau Rp 488 triliun (Kurs Rp 14.257)
Dan saham JD yang terdaftar di AS naik menjadi 3,5% pada awal perdagangan.