Komisi XI DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan. Persetujuan itu diambil melalui rapat kerja yang digelar hari ini dengan pemerintah.
Perwakilan pemerintah yang hadir diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajarannya. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto.
"Pengambilan keputusan pembicaraan tingkat I RUU tentang HKPD, apakah dapat diterima? Setuju?," tanya Dito kepada seluruh Komisi XI DPR RI, Selasa (23/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setuju," jawab seluruh anggota Dewan yang dibarengi ketuk palu.
Berdasarkan pandangan mini fraksi, delapan fraksi yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, dan PKB menyetujui RUU HKPD. Sedangkan satu fraksi yakni PKS tidak setuju dan menyerahkan pengambilan keputusan selanjutnya dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Penolakan itu disampaikan oleh perwakilan PKS yang disampaikan oleh Anis Byarwati. Dia mengatakan RUU HKPD cenderung memperkuat arah resentralisasi dan mereduksi semangat desentralisasi.
"Contoh RUU HKPD pasal 169 menyebutkan bahwa pemerintah pusat dapat mengendalikan RUU APBD dalam tiga kondisi yaitu penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, penempatan batas maksimal defisit APBD dan pembiayaan utang dan pengendalian dalam kondisi darurat. Ketentuan ini menyebabkan daerah tidak bebas dalam mengelola fiskalnya," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sri Mulyani membantah jika RUU HKPD ini merupakan resentralisasi atau mengurangi kewenangan daerah, melainkan sebagai upaya untuk memperbaiki kinerja pemerintah daerah. Dengan adanya aturan ini, anggaran daerah diharapkan dapat terserah dengan baik dan menghasilkan hasil yang optimal untuk kualitas layanan publik.
"Ini sekali lagi tidak mengurangi kewenangan daerah, justru kalau fiskal pusat dan daerah sinkron maka tujuan pembangunan di daerah akan lebih mudah tercapai dan lebih cepat tercapai," jelasnya.
RUU HKPD juga memiliki tujuan untuk memperkuat reformasi perpajakan dan retribusi daerah melalui penyederhanaan jenis retribusi daerah. Jumlah yang banyak sekarang ini dinilai menimbulkan permasalahan dari sisi kepatuhan baik dari masyarakat maupun dunia usaha karena menimbulkan biaya administrasi yang tinggi.
"Pajak daerah akan menurun dari 16 menjadi 14 jenis, retribusi daerah dari 32 menjadi 18 jenis. Jumlah retribusi dan pajak yang lebih kecil tidak berarti penerimaan daerah turun, justru menurut exercise kami PAD dari pemerintah terutama kabupaten/kota bisa meningkat menggunakan baseline tahun 2020 naiknya hingga 50%," tandasnya.
(aid/fdl)