Tahun 2022 menjadi pintu gerbang transformasi tata kelola pembangunan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Kebijakan penangkapan terukur akan diterapkan di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) sebagai implementasi dari prinsip ekonomi biru.
Penerapan kebijakan penangkapan terukur dalam rangka menjaga kelestarian ekologi sekaligus mendulang pertumbuhan ekonomi menjadi lebih optimal untuk peningkatan devisa negara, kesejahteraan masyarakat, hingga distribusi ekonomi ke daerah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan tentu tidak sekonyong-konyong mengambil langkah kebijakan penangkapan terukur. Banyak proses yang sudah kami lalui.
Mulai dari meminta pertimbangan para ahli bidang kelautan dan perikanan, memperbarui data potensi sumber daya ikan di setiap WPPNRI bersama Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan), sosialisasi ke nelayan dan pemda, hingga melakukan benchmarking ke sejumlah negara di Eropa.
Sedikit saya ingin menceritakan perjalanan 10 hari di Benua Biru dalam rangka benchmarking ini pada awal November lalu. Denmark, Prancis, Skotlandia, dan Spanyol adalah negara yang saya kunjungi untuk melihat langsung sekaligus belajar tata keloka sektor kelautan dan perikanan yang maju.
Di Denmark, saya menyaksikan bagaimana kapal-kapal penyeberangan sudah beralih menggunakan tenaga listrik, tidak lagi mengandalkan bahan bakar fossil. Kemudian kapal-kapal perikanan dilengkapi dengan teknologi penyuling air asin menjadi tawar, dan mesin pendingin berkompresor tanpa minyak pelumas.
Deretan teknologi yang diterapkan pada alat-alat tersebut teruji lebih ramah lingkungan dan mengurangi pelepasan emisi karbon di udara yang memicu terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim ini bukan persoalan sepele. Dampaknya sangat nyata yang dapat kita lihat dari rentetan bencana alam yang belakangan kerap terjadi.
Sementara pelabuhan perikanan di Spanyol sebagian besar sudah modern dan pengelolaannya juga ramah lingkungan. Salah satunya Pelabuhan Perikanan Vigo di Spanyol yang termasuk pelabuhan perikanan tersibuk di dunia sebab merupakan hub ekspor impor produk perikanan dunia. Selain belajar mengenai Management Green Port, saya melihat adanya peluang pasar produk perikanan Indonesia melalui pelabuhan ini.
Saya juga bertemu dengan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perikanan Spanyol. Ada sekitar 1.000 ABK Indonesia yang bekerja di Negeri Matador. Saya senang melihat mereka menikmati pekerjaan yang dilakoni dan berpenghasilan sangat baik sekitar Rp17 juta per bulan. Angka yang sangat besar bila dibandingkan dengan penghasilan bekerja sebagai ABK dalam negeri.
Ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi kami di pemerintahan, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bisa meningkatkan taraf hidup dan penghasilan para ABK serta nelayan Tanah Air. Saya menyampaikan harapan, teman-teman ABK di Spanyol nantinya mau kembali ke Tanah Air, sebab pengalaman dan pengetahuan yang mereka punya akan berkontribusi besar pada pembangunan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Hal yang menarik dari pertemuan saya dengan para ABK asal Indonesia yang umumnya berasal dari Tegal ini adalah pemahaman mereka tentang penangkapan terukur di Spanyol. Saya menawarkan ke mereka untuk menjadi duta penangkapan terukur nantinya di Indonesia agar para nelayan di Indonesia paham cara menangkap ikan yang ramah lingkungan.
Dari perjalanan hampir dua minggu di Benua Biru, saya mengambil kesimpulan, bahwa tata kelola sektor kelautan dan perikanan Indonesia memang harus segera dibenahi. Kita harus meninggalkan cara-cara yang tak ramah lingkungan berganti sesuai konsep ekonomi biru agar ekologi terjaga, dan perekonomian terdistribusi merata ke daerah.
Dimulai dari regulasi penangkapan terukur untuk mendukung terciptanya perbaikan infrastruktur pelabuhan perikanan dan mendukung pengembangan riset serta inovasi teknologi guna menghadirkan sarana prasarana di bidang kelautan perikanan sesuai prinsip keberlanjutan.
Regulasi ini akan mendorong tata kelola sektor kelautan dan perikanan kita sejajar dengan negara maju, dimana perekonomian tumbuh optimal dan kelestarian ekosistem laut tetap terjaga.
Selanjutnya tentang peluang investasi. Langsung klik halaman berikutnya
Sesuai kebijakan penangkapan terukur, KKP akan membagi 11 WPPNRI dalam zona berbasis kuota untuk komersial, dan zona berbasis kuota untuk nelayan tradisional. Di mana setiap zona penangkapan akan ditentukan area konservasi untuk nursery dan spawning ground.
Kuota komersial diperuntukkan bagi industri serta nelayan tradisional yang tergabung dalam koperasi atau korporasi nelayan. Sementara kuota non-komersial bagi pendidikan atau pelatihan di bidang perikanan, penelitian hingga kegiatan wisata.
Zona berbasis kuota untuk komersial terbagi lagi dalam empat zona, yang meliputi Zona 1 terdiri dari WPP 711 Natuna dan Natuna Utara. Kemudian Zona 2 WPP 716, 717 Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, Zona 03 WPP 715, 718 Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor, serta Zona 04 Samudera Hindia.
Total kuota yang ditawarkan sekitar 4,8 juta ton per tahun disesuaikan dengan jumlah stok ikan hasil hitungan Komnas Kajiskan. Perizinan pemanfaatan sumber daya ikan selain dalam bentuk kuota, juga diatur melalui sistem kontrak.
Dari penjabaran di atas, kebijakan penangkapan terukur jelas mendorong tumbuhnya investasi pada sektor kelautan dan perikanan. Peluangnya secara garis besar ada pada tiga bidang, yakni penangkapan ikan, pengelolaan pelabuhan, dan industri perikanan.
Untuk pengelolaan pelabuhan, masih terdapat banyak usaha yang bisa diturunkan. Seperti pasar ikan modern dan terintegrasi, outlet air bersih, service pelabuhan, outlet pengisian bahan bakar, toko logistik, rumah makan, hingga apartemen bagi nelayan.
Multiplier effect kebijakan penangkapan terukur pun sangat besar, baik untuk penyerapan tenaga kerja dan perputaran nilai uang di setiap zona. Berdasarkan hitungan kami, nilai totalnya mencapai Rp281 triliun per tahun.
Saya optimis pertumbuhan dan distribusi ekonomi ke daerah bisa lebih optimal dan merata, sebab pendaratan ikan tidak lagi terpusat di pelabuhan-pelabuhan perikanan di Pulau Jawa. Ekspor produk perikanan juga akan dilakukan langsung dari pelabuhan pendaratan maupun bandara terdekat zona penangkapan.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
Melalui kebijakan penangkapan terukur pula, nelayan tradisional akan bertransformasi menjadi kelompok-kelompok nelayan yang lebih kuat peran dan suaranya. Mereka tidak sebatas menjadi penangkap ikan tapi juga bisa terjun ke dunia usaha yang lebih luas, bahkan dapat mengelola pelabuhan. Ini jalan untuk mendorong penguatan koperasi nelayan di Indonesia.
Kebijakan penangkapan terukur memang dibuat untuk menjawab kebutuhan masyarakat dan negara melalui sektor kelautan dan perikanan. Kebijakan model serupa telah diterapkan di negara-negara Uni Eropa, Inggris, Selandia Baru, Islandia dan Amerika Serikat dan terbukti berhasil.
Targetnya setelah kebijakan penangkapan terukur diimplementasikan, sektor perikanan tidak hanya berkontribusi besar pada nilai produksi, tapi juga memberi peningkatan pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sektor perikanan tidak lagi berada di urutan buncit sektor non-migas dalam hal PNBP, padahal nilai produksinya di angka lebih dari Rp200 triliun per tahun.
Perlu diingat, besaran PNBP yang dihasilkan akan digunakan sepenuhnya untuk pembangunan sektor tersebut. Dari sinilah kita bisa memperbaiki infrastruktur dan sarana prasana pelabuhan perikanan, meningkatkan program bantuan kepada nelayan, hingga penguatan riset dan inovasi.
Penerapan kebijakan ini tentunya butuh dukungan dari semua pihak, termasuk butuh pengawasan yang kuat. Untuk itu, koordinasi dan sinergi dengan berbagai pihak, baik itu sesama lembaga pemerintah maupun swasta terus kami bangun. Di internal KKP sendiri, saya sampaikan bahwa perubahan pasti menimbulkan riak, maka dari itu saya minta selalu solid dan berjalanlah lurus untuk kepentingan bangsa dan negara.
Mari kita ubah paradigma dunia atas maraknya Illegal, Unregulated, Unreported, Fishing (IUUF) di Indonesia menjadi Legal, Regulated, Reported, Fishing (LRRF). Melalui kebijakan penangkapan terukur, sektor perikanan harus mampu menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia
Sakti Wahyu Trenggono