Saya juga bertemu dengan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perikanan Spanyol. Ada sekitar 1.000 ABK Indonesia yang bekerja di Negeri Matador. Saya senang melihat mereka menikmati pekerjaan yang dilakoni dan berpenghasilan sangat baik sekitar Rp17 juta per bulan. Angka yang sangat besar bila dibandingkan dengan penghasilan bekerja sebagai ABK dalam negeri.
Ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi kami di pemerintahan, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bisa meningkatkan taraf hidup dan penghasilan para ABK serta nelayan Tanah Air. Saya menyampaikan harapan, teman-teman ABK di Spanyol nantinya mau kembali ke Tanah Air, sebab pengalaman dan pengetahuan yang mereka punya akan berkontribusi besar pada pembangunan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Hal yang menarik dari pertemuan saya dengan para ABK asal Indonesia yang umumnya berasal dari Tegal ini adalah pemahaman mereka tentang penangkapan terukur di Spanyol. Saya menawarkan ke mereka untuk menjadi duta penangkapan terukur nantinya di Indonesia agar para nelayan di Indonesia paham cara menangkap ikan yang ramah lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari perjalanan hampir dua minggu di Benua Biru, saya mengambil kesimpulan, bahwa tata kelola sektor kelautan dan perikanan Indonesia memang harus segera dibenahi. Kita harus meninggalkan cara-cara yang tak ramah lingkungan berganti sesuai konsep ekonomi biru agar ekologi terjaga, dan perekonomian terdistribusi merata ke daerah.
Dimulai dari regulasi penangkapan terukur untuk mendukung terciptanya perbaikan infrastruktur pelabuhan perikanan dan mendukung pengembangan riset serta inovasi teknologi guna menghadirkan sarana prasarana di bidang kelautan perikanan sesuai prinsip keberlanjutan.
Regulasi ini akan mendorong tata kelola sektor kelautan dan perikanan kita sejajar dengan negara maju, dimana perekonomian tumbuh optimal dan kelestarian ekosistem laut tetap terjaga.