1. Sri Lanka
Dalam pemberitaan detikcom 2018 lalu, Sri Lanka merelakan pelabuhan dan bandara miliknya dikelola oleh China. Sri Lanka pada tahun 2010 mendapatkan bantuan dari China sebesar US$ 1,5 miliar untuk membiayai proyek pelabuhan Hambantota yang terletak di pantai Selatan Sri Lanka.
Namun, pada 2017 negara di Asia Selatan itu harus merelakan pelabuhan yang dimilikinya kepada China karena tidak mampu membayar utang. Keputusan tersebut dilakukan dengan menandatangani kontrak untuk melayani perusahaan milik China selama 99 tahun.
Kala itu Sri Lanka tercatat memiliki utang sebesar US$ 8 miliar kepada China. Bila dihitung, untuk membayar utang luar negeri kepada China dan negara lain maka Sri Lanka akan menghabiskan 94% dari produk domestik bruto (PDB).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analis Senior di Australian Strategic Policy Institue, Malcolm Davis menilai langkah China mengambil alih pelabuhan tersebut menguntungkan. Sebab dengan begitu China bisa memiliki keuntungan untuk mengekspor barang ke India lebih mudah.
"Pelabuhan itu tidak hanya menjadi jalur yang strategis ke India bagi China, tetapi juga memberi China posisi yang menguntungkan untuk mengekspor barang-barangnya ke dalam lingkup ekonomi India, sehingga mencapai sejumlah tujuan strategis dalam hal itu," jelasnya.
2. Zimbabwe
Zimbabwe jadi salah satu negara yang memiliki utang kepada China untuk membangun infrastrukturnya. Selain infrastruktur, sejak 1998 Zimbabwe memanfaatkan pinjaman untuk mengirim pasukan dan membeli peralatan dari China dengan tujuan membantu Presiden Laurent Kabali melawan pemberontak Uganda Rwanda.
Hal itu juga diceritakan oleh Peneliti di Institute dor Fevelopment of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman. Dia mengatakan utang yang menjadi penopang pembangunan infrastruktur di negara tersebut nampaknya tidak semua memberikan hasil positif.
"Jadi ada bad story dan success story. Yang bad story itu Angola, Zimbabwe, Nigeria, Pakistan dan Sri Lanka," katanya, 21 Maret 2018.
Untuk membiayai semua aktivitas tersebut, Zimbabwe harus berutang kepada China dengan akumulasi nilai hingga mencapai US$ 4 juta atau Rp 54,8 triliun (kurs Rp 13.700).
Namun, akibat tak bisa mengelola utangnya dengan baik, Zimbabwe tidak bisa membayar utang. Bahkan, Zimbabwe harus mengikuti keinginan negeri tirai bambu itu dengan mengganti mata uangnya menjadi yuan sebagai imbalan penghapusan utang.
Akhirnya, penggantian mata uang Zimbabwe menjadi yuan berlaku sejak 1 Januari 2016 setelah mereka tidak mampu membayar utang yang jatuh tempo pada akhir Desember 2015.
Lanjutkan membaca -->
Simak Video "Rela Terlilit Utang Demi Pernikahan Impian"
[Gambas:Video 20detik]