3. Nigeria
Para pakar ekonomi dan keuangan telah memperingatkan Pemerintah Federal bahwa Nigeria berisiko kehilangan aset nasional utama ke China jika mereka gagal membayar utang ke China. Hingga saat ini, utang tersebut mencapai US$ 3,48 miliar.
Chief Executive Officer SD&D Capital Management, Idakolo Gbolade mengatakan, Nigeria mungkin kehilangan aset tertentu jika terjadi gagal bayar utang (default).
"Jika Anda ingat sekitar setahun yang lalu, ada kekhawatiran serius di Majelis Nasional atas pinjaman yang diberikan oleh Bank Exim China kepada kami, dan saya yakin klausul pinjaman juga mencakup penyitaan aset nasional," kata GBolade dikutip dari Punchng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjanjian pendanaan paling awal antara Nigeria dan China ditandatangani pada tahun 2010 dengan tingkat bunga 2,5% per tahun, jangka waktu pembayaran sekitar 20 tahun dan masa tenggang tujuh tahun.
4. Kenya
Kenya juga sempat diterpa isu jebakan utang China. Pada Maret 2021 lalu, The Maritim Executive melaporkan bahwa utang kumulatif Kenya telah membengkak sebesar US$ 65,3 miliar untuk pinjaman SGR (Standard Gauge Railway).
Sekretaris Kabinet Perbendaharaan Nasional, Ukur Yatani mengatakan, Kenya tidak menawarkan aset strategis nasional sebagai jaminan atas pinjaman US$ 3,2 miliar yang bersumber dari Bank Export-Impor (Exim China) untuk membiayai proyek SGR.
Dalam laporannya ke parlemen, Auditor Jenderal mengatakan bahwa aset Otoritas Pelabuhan Kenya atau Kenya Ports Authority (KPA) dan Perusahaan Kereta Api Kenya Kenya Railways Corporation (KRC) digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman SGR.
Sedangkan Pelabuhan Mombasa diklaim aman dari penyitaan. Pelabuhan Mombasa adalah salah satu aset paling strategis di Kenya, menghasilkan pendapatan US$ 480 juta dan laba US$ 125 juta pada tahun 2019.
5. Maladewa
Maladewa atau yang lebih dikenal dengan Maldives juga dihantui dengan jebakan utang China. Nikkei Asia memberitakan pada 2020 lalu, Bank EXIM China menagih utang US$ 10 juta pada awal Agustus kepada seorang pebisnis Maladewa, Ahmed Siyam. Perusahaan Siyam, Ahmed Siyam Holdings (ASH), dilaporkan gagal membayar pada saat itu. Bahkan pemerintah harus turun tangan untuk membayar utang tersebut.
"ASH memiliki pembayaran bunga, pembayaran dan biaya komitmen yang jatuh tempo pada bulan Juli (2020)," kata seorang pejabat senior dari kantor Presiden Solih kepada Nikkei Asia dikutip Minggu (5/12).
"Karena ASH tidak mampu melunasi utang pada saat jatuh tempo, pemerintah sebagai penjamin diminta untuk melunasinya," sambung pejabat itu seraya mengatakan jika ASH gagal bayar, pemerintah akan dipaksa untuk membayar di bawah ketentuan perjanjian.
Menurut laporan media yang mengutip data kementerian keuangan, pinjaman yang diberikan China kepada perusahaan milik negara Maladewa diperkirakan mencapai total US$ 935 juta. Penerima manfaat termasuk perusahaan pengembangan perumahan. Bahkan Beijing dilaporkan telah meminjamkan US$ 600 juta lagi kepada pemerintah Maladewa pada akhir tahun 2020 lalu.
Dana dari Inisiatif Sabuk dan Jalan atau Belt and Road Initiative (BRI) Beijing digunakan untuk pembangunan jembatan yang menghubungkan Male ke bandara utama yang terletak di pulau lain. BRI juga mendanai perluasan bandara dan peningkatan jaringan listrik, di antara proyek infrastruktur lainnya. Kegiatan konstruksi dimulai setelah Presiden Xi Jinping berkunjung pada tahun 2014, itu merupakan pertama kalinya seorang pemimpin China datang ke Maladewa.
Simak Video "Rela Terlilit Utang Demi Pernikahan Impian"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)