Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di bawah pimpinan Sandiaga Uno menggugat PT Grahalintas Properti ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, turut tergugat lainnya adalah PT Indosat Tbk dan PT Sisindosat Lintasbuana.
Gugatan tersebut dilayangkan karena diduga adanya tindakan yang merugikan negara. Lalu, bagaimana perjalanan masalah tersebut? Begini kronologinya.
"Jadi benar bahwa Kemenparekraf melakukan gugatan terhadap PT Grahalintas Properti (tergugat) sebagai mitra build, operate, and transfer (BOT) yang ditunjuk menggantikan PT Indosat Tbk (turut tergugat 1) dan PT Sisindosat Lintasbuana (turut tergugat 2)," kata Pengacara Kemenparekraf David Tobing dalam keterangannya, Jumat (17/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sandiaga Uno Gugat Indosat cs, Ada Apa? |
Kronologi Perkara
Dia mengatakan, Indosat awalnya ditunjuk menjadi mitra BOT kemudian dialihkan ke Sisindosat Lintasbuana yang dituangkan dalam perjanjian BOT. Kemudian, perjanjian BOT dialihkan lagi ke Grahalintas Properti.
"Awalnya PT Indosat Tbk pada tahun 1992 ditunjuk sebagai mitra BOT kemudian mengalihkan ke PT Sisindosat Lintasbuana pada tahun 1995 yang dituangkan dalam Perjanjian BOT. Kemudian tanggal 10 Maret 2004, Kemenparekraf menyetujui pengalihan Perjanjian BOT dari PT Sisindosat Lintasbuana kepada PT Grahalintas Properti berdasarkan Surat Nomor:KS.001/1/9/Sesmen/KKP/04," jelasnya.
Dia mengatakan, Grahalintas Properti digugat karena diduga merugikan negara karena tidak menjalankan rekomendasi BPK yakni untuk melakukan pembayaran kekurangan kontribusi dan keterlambatan denda, di mana addendum perjanjian BOT memuat kenaikan nilai kontribusi dan menyerahkan 10% objek BOT untuk dipergunakan Kemenparekraf.
"Kemenparekraf telah berkali-kali mengingatkan PT Grahalintas melalui peringatan dan somasi namun PT Grahalintas tetap tidak melaksanakan rekomendasi BPK RI," lanjut David
Dalam keterangannya, pihaknya meminta pengadilan untuk mengabulkan sejumlah gugatan, di antaranya menghukum tergugat untuk membayar kontribusi dan keterlambatan pembayaran sebesar Rp 14 miliar.
"Menghukum tergugat untuk melakukan pembayaran kekurangan kontribusi dan keterlambatan pembayaran tercatat dari tahun 2010 sampai dengan perhitungan tahun 2020 sebesar Rp14.012.310.645,98 (empat belas miliar dua belas juta tiga ratus sepuluh ribu enam ratus empat puluh lima koma sembilan puluh delapan rupiah) ke kas negara," katanya.
"Menghukum tergugat untuk memberikan hak penggunaan objek bangun guna serah yang terletak di Gedung Sapta Pesona B, Jalan Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta Pusat sebesar 10 % terdiri dari ruang perkantoran beserta sarana dan prasarananya pada lantai 7, 8, dan lantai 10 dengan total luas 4.257,22 m2 (empat ribu dua ratus lima puluh tujuh koma dua dua meter persegi) semi gross," sambungnya.
Selanjutnya, menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10 juta per hari dari setiap keterlambatan tergugat melaksanakan putusan tentang pemberian hak penggunaan objek bangun guna serah.
Berlanjut ke halaman berikutnya.