Jakarta -
Para pegawai PT KAI (Persero) menjadi korban investasi bodong. Diketahui investasi bodong yang terjadi bermodus tebus murah mobil mewah.
Hal ini pun dibenarkan oleh VP Public Relations KAI Joni Martinus. Dia bilang pegawai KAI ada yang menjadi korban investasi bodong.
"Memang ada kejadian menimpa pegawai KAI yang menjadi korban investasi bodong," kata Joni saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (19/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya menyayangkan hal tersebut terjadi pada pegawainya. Dia bilang KAI akan konsisten dan berkomitmen untuk mengedukasi pegawai agar selalu cermat, berhati-hati, dan waspada terhadap investasi yang menjanjikan imbalan di luar kewajaran.
Soal kasus hukumnya sendiri, perusahaan tak bisa banyak turun tangan. Dia bilang kejadian ini adalah ranah pribadi tidak menyertakan perusahaan.
"Untuk kasus hukumnya, kami serahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib karena kasus ini merupakan ranah pribadi, diluar urusan kedinasan," ungkap Joni.
Kejadian investasi bodong yang menimpa pegawai KAI diungkap oleh Anggota DPR RI Dedi Mulyadi. Dia mendorong agar aparat penegak hukum menuntaskan kasus penipuan dengan modus investasi mobil yang mayoritas korbannya karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
"Saya menerima laporan di lingkungan PT KAI ada kasus penipuan dengan modus investasi mobil. Mayoritas korbannya karyawan PT KAI," kata Dedi dilansir dari Antara.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Investasi mobil itu sendiri dilakukan sebuah perusahaan bernama Jaringan Bisnis. Cukup banyak pegawai PT KAI yang menjadi peserta investasi tersebut.
Dengan menjadi peserta, seseorang bisa mendapatkan mobil bekas dengan harga terjangkau, jauh di bawah harga pasaran. Namun peserta menyimpan uang puluhan hingga ratusan juta terlebih dahulu dan menunggu waktu setahun hingga beberapa tahun untuk mendapatkan mobil yang diinginkan.
Dedi mengatakan sesuai dengan pengakuan sejumlah korban yang rata-rata polisi khusus kereta, kasus itu sudah dilaporkan ke pihak kepolisian sejak beberapa bulan lalu.
Dia sempat kaget saat menerima laporan penipuan dengan modus investasi mobil tersebut, karena pesertanya ternyata sangat banyak. Bahkan jika ditotal dari seluruh peserta, nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Hal yang memprihatinkan, ada sejumlah pegawai PT KAI yang sebelumnya pinjam ke bank agar bisa menjadi peserta investasi mobil itu, tapi hingga kini uangnya lenyap entah kemana dan mobil yang diharapkan tidak kunjung ada.
Salah seorang koordinator korban investasi mobil bodong, Dwi mengaku sempat mengajak keluarga dan saudaranya untuk mengikuti investasi mobil tersebut sehingga dirinya mengalami kerugian lebih dari Rp 300 juta.
Jaringan bisnis itu sendiri awalnya ditawarkan oleh temannya sesama karyawan PT KAI. Usut punya usut ternyata investasi mobil tersebut dijalankan sendiri oleh isteri karyawan itu.
Ia menjelaskan para peserta hanya menyimpan uang dan menunggu beberapa tahun untuk mendapat mobil bekas dengan harga murah.
Namun, karena tergiur ia tidak sempat mengambil mobilnya. Saat giliran mendapat mobil, tidak diambil karena lebih memilih memutarkan uangnya lagi di investasi itu.
Jaringan bisnis ini menawarkan pembelian mobil bekas di bawah harga pasaran. Konsumen atau peserta menyimpan uang dengan nominal sesuai mobil yang diinginkan. Peserta harus menunggu beberapa tahun untuk mendapatkan mobil itu.
"Jadi jaringan bisnis ini awalnya membeli mobil baru, kemudian direntalkan ke perusahaan atau instansi. Nah, saat masa rentalnya itu habis, mobil itu ditawarkan kepada peserta," kata Dwi.
Perusahaan jaringan bisnis ini berkantor di Surabaya, sedangkan pemiliknya ada orang Bekasi. Namun kini rumah pemiliknya sudah disita warga setempat yang menjadi peserta investasi. Korbannya diakui sangat banyak. Jika dinominalkan, uang para korban mencapai puluhan miliar miliar.
Dwi mengaku sudah melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Mabes Polri, tapi dilimpahkan ke Polda Jabar. Kini kasus itu tengah ditangani Polda Jabar.
"Semoga saja dapat terungkap. Kami melapor kepada Pak Dedi Mulyadi agar bisa mendorong pengungkapan kasusnya, karena ini tidak semata-mata berkaitan dengan pidana, tapi kami ingin uang kami kembali," kata Dwi.