Flexing merupakan fenomena ketika orang suka memamerkan kekayaannya. Flexing juga ternyata sering dijadikan strategi marketing.
Pakar Bisnis Profesor Rhenald Kasali menjelaskan, orang kaya sesungguhnya sebenarnya tidak ingin menjadi pusat perhatian. Sebab ada sebuah pepatah mengatakan 'poverty screams, but wealth whispers'.
"Biasanya kalau semakin kaya orang-orang justru semakin menghendaki privasi, tidak ingin jadi pusat perhatian," tuturnya dilansir dalam akun Youtube pribadinya, Jumat (21/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, flexing justru menurutnya bukan orang kaya yang sesungguhnya. Bahkan jika benar-benar tujuannya untuk menarik perhatian, flexing bisa jadi menjadi strategi marketing.
Rhenald mencontohkan kasus First Travel yang sempat heboh beberapa tahun lalu. Si pemilik bisnis sekaligus pelaku sebelumnya sangat sering memamerkan kekayaannya di media sosial.
"Rumahnya begitu mewah, bak istana, dengan tiang-tiang yang begitu bagus. Setelah ditangkap polisi, diberitakan di televisi. Kita melihat kaya sekali orang ini, bahkan dalam promosinya dengan pasanganya pergi misalnya ke Paris, Italia dan lain sebagainya, memamerkan barang-barang mewah," terangnya.
Baca juga: Ide Belum Dampingi Sato? |
Semua itu dilakukan juga agar para target pelanggannya percaya untuk menggunakan jasa First Travel. Sebab terkadang orang menaruh kepercayaannya hanya karena melihat kekayaannya.
"Cara flexing itu ternyata marketing untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan kepada customer dan akhirnya customer percaya dan menaruh uangnya untuk ibadah umrah, yang ternyata kemudian tidak sanggup dia deliver," terangnya.
(das/dna)