Harga Tahu-Tempe Terancam Naik Karena Kedelai Impor, Apa Solusinya?

Harga Tahu-Tempe Terancam Naik Karena Kedelai Impor, Apa Solusinya?

Tim detikcom - detikFinance
Sabtu, 12 Feb 2022 15:30 WIB
Pekerja membuat tempe di Kampung Pejaten, Kramatwatu, Serang, Banten, Rabu (12/1/2022). Pengusaha tahu tempe mengeluhkan harga kedelai yang kembali melonjak naik sejak seminggu terakhir dari Rp10.250 menjadi Rp10.750 per kilogram karena makin menyulitkan upaya mereka untuk bangkit di masa pandemi. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc.
Ilustrasi/Foto: ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN
Jakarta -

Harga tahu dan tempe terancam naik beberapa bulan lagi. Hal ini dikarenakan kenaikan harga kedelai dunia.

Indonesia masih ketergantungan kedelai impor. Oleh karena itu, harga tahu dan tempe bisa naik jika harga kedelai dunia tinggi.

"Perlu saya sampaikan karena ketergantungan harga kedelai dunia tentunya berdampak pada harga kedelai di dalam negeri di tingkat perajin tahu dan tempe. Perajin ini harus membeli kedelai di harga tinggi dan tentunya akan pengaruhi harga di tahu dan tempenya," papar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dalam konferensi pers virtual, Jumat (11/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemilik Rumah Tempe Azaki, Ayep Zaki mengatakan ancaman gejolak harga kedelai dunia bisa jadi momentum petani Indonesia menggalakkan budi daya kedelai.

"Ini harus menjadi momentum bagi petani Indonesia untuk menggalakkan budi daya kedelai. Risiko sebagai negara pengimpor kedelai, Indonesia akan terus bergantung dengan negara pengekspor kedelai. Apabila terjadi perlambatan ekonomi di negara tersebut yang disebabkan berbagai hal, secara otomatis akan berdampak pula pada negara pengimpor," ungkap Ayep dalam keterangannya, Sabtu (12/2/2022).

ADVERTISEMENT

Sebagai pelaku pertanian yang secara terus menerus menggeluti dunia pertanian sejak tahun 2005, Ayep menyatakan, urusan pangan sebaiknya semaksimal mungkin Indonesia harus mampu memproduksinya sendiri.

Ayep menegaskan, ketergantungan impor seharusnya bisa ditekan. Hal ini bisa dilakukan dengan budi daya kedelai.

"Kebutuhan akan kedelai dari impor seharusnya bisa ditekan, bila budi daya kedelai mendapat dukungan dari semua pihak. Mulai dari off taker (penjamin), pemerintah, dunia perbankan hingga petani," urai Ayep.

Berdasarkan data dan pengalaman yang sudah dilakukannya, Ayep memaparkan uji coba langsung di lahan setelah panen padi, baik di musim tanam kedua atau ketiga, sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) budi daya kedelai bisa menghasilkan 1,7-1,8 ton per hektare (ha). Dengan asumsi biaya per hektarenya berkisar Rp 8 juta.

"Ini sudah saya lakukan di beberapa tempat. Jika rata-rata per hektare mencapai hasil 1,8 ton dan apabila harga per kilogramnya Rp 10.000 maka hasilnya bisa mencapai 18 juta per hektare," urainya.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Hasil produksi petani tersebut masih akan dipilah untuk memisahkan kedelai berukuran besar, sedang, dan kecil. Pemilahan tersebut bisa memakan hingga 15% hasil produksi. Tujuan pemilahan tersebut karena hanya kedelai berukuran besar saja yang bisa diterima pasar.

Pada tahun ini dirinya tengah menjalin kerja sama dengan Kementerian Pertanian, Direktorat Akabi (Aneka Kacang dan Umbi) untuk program budi daya kedelai mandiri dengan sistem TOT seluas 25 ribu hektare di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

"Insyaallah bulan April nanti kami akan melakukan penanaman perdana. Di bawah pengawasan saya dan tim, budi daya kedelai mandiri ini ditargetkan mencapai 1,8 ton per hektarenya," terang Ayep.

Untuk keberhasilan budi daya kedelai, tambah Ayep, instrumen pemerintah sebagai pemegang regulasi sesungguhnya sudah mendukung.

"Jika perbankan diminta untuk memilih pembiayaan budidaya kedelai mandiri dengan membiayai Usaha Kecil Menengah (UKM) di bidang lainnya, perbankan tentu akan lebih memilih UKM tersebut. Nah, ini memang perlu sinergitas antara bank selaku regulator pembiayaan. Karena mau tidak mau bank memang harus terlibat dalam hal ini," papar Ayep Zaki.

Ayep juga menegaskan, budi daya kedelai mandiri ini harus direspons positif. Karena menurutnya, budi daya kedelai mandiri adalah jalan keluar urusan kedelai nasional.

"Indonesia melalui Balai Benih Kementerian Pertanian, sudah bisa membuat varietas unggul baru (vub) bibit kedelai sampai 3,5 ton per hektare, berupa biosoy 2 dengan teknologi pupuk batu bara. Tapi kita harus memulai dengan sistem TOT karena sistem TOT adalah cara yang paling efektif dalam budi daya kedelai," pungkas Ayep.


Hide Ads