Indonesia hampir memasuki puncak gelombang tiga pandemi COVID-19 akibat lonjakan kasus Omicron. Hal ini diprediksi bisa menjadi pemicu dilakukannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) lagi.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad memprediksi pemerintah akan menaikkan level PPKM, terlebih di beberapa wilayah juga sudah melakukan pembatasan walaupun tidak seketat pada saat varian Delta.
"Implikasi, katakanlah jika sampai Maret berarti akan terjadi sedikit perlambatan ekonomi. Yang seharusnya kita bisa pulih, malah justru akan terlambat di Februari-Maret di awal 2022. Misalnya, kantor kan sudah 25% di Jakarta, beberapa wilayah tinggi sudah mengendorkan aktivitas ekonomi karena PPKM level yang naik," jelasnya, kepada detikcom, Minggu (02/13/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tauhid mengingatkan meskipun ekonomi saat ini sedang pulih, tapi kesehatan adalah yang utama. Dahulukan penanganan kesehatan, jangan sampai banyak yang jadi korban.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengungkapkan, diperkirakan puncak Omicron terjadi di akhir Februari ini, dan siap melandai pada Maret. Kemudian, masuk April diperkirakan akan normal kembali.
Situasi ini tidak sama seperti keadaan sebelumnya. Kasus kali ini dipercaya akan sengat renda do mana imunitas masyarakat relatif sudah terbentuk.
"Jika melihat dari arah kebijakan pemerintah, pemerintah tidak akan melakukan pengetatan yang terlalu dalam terhadap perekonomian. Walaupun sekarang PPKM sudah ditingkatkan levelnya, untuk Jabodetabek, Jawa dan Bali, tapi kalau kita lihat pemerintah cukup longgar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi," tambah Piter.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Mengenai strategi pemerintah di gelombang tiga ini, Piter memperediksi strategi pemerintah akan berbeda pada strategi gelombang dua. Strategi pada gelombang tiga ini, lebih mengutamakan pada vaksin, bukan protokol kesehatan.
Kemudian tidak melakukan pengetatan pada aktivitas ekonomi yang terlalu keras. Sehingga, untuk di triwulan satu, walaupun mengalami dampak negatif gelombang ketiga omicron, dampaknya itu tidak terlalu dalam. Piter memperkirakan perekonomian masih bisa tumbuh positif di kisaran hingga 3,5 % - 4%.
Lebih lanjut, Piter menyatakan sekarang ini tidak ada istilah PPKM darurat, tapi yang pemerintah lakukan hanya menaikkan levelnya.
"Saya melihat pemerintah nantinya belum akan merespon hal ini terlalu khawatir atau ketat, atau khawatir. kita berharap ya hanya sampai level 3 saja, sehingga gerakan ekonomi tetap ada. Sementara, pemerintah lebih fokus kepada penanggulangan pandeminya. Seperti mempercepat vaksiniasi booster, meningkatkan protocol Kesehatan, itu saja," jelasnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan ketika mencapai puncak pandemi memang akan mengurangi mobilitas masyarakat. H
"Harusnya sekarang memang sudah ada pembatasan yang lebih ketat mengingat tambahan kasus positif sudah mencapai 50 persen lebih. Tapi nampaknya pemerintah masih pede dengan kondisi omicron yang gak berdampak kepada kasus rawat di rumah sakit. Makanya mobilitas masyarakat masih lumayan tinggi," ujar Nailul.
Namun, ketika mencapai puncaknya, ia memprediksi ekonomi akan melambat namun tidak terlalu dalam. Kalau dulu faktornya ada dua penyebab konsumsi melambat, pertama orang takut tertular, kedua adalah PHK karena usaha pada tutup.
Nampaknya faktor kedua tidak terjadi di omicron karena pemerintah lebih memilih tidak membatasi mobilitas terlalu ketat demi ekonomi dan dunia usaha. Jadi konsumsi melambat tapi tidak terlalu dalam.
Buat dunia usaha, Nailul mengatakan, nampaknya kebijakan pemerintah tak terlalu berpengaruh, karena pemerintah nampaknya memilih untuk tidak mengetatkan PPKM.
"Namun saat ini harus disiasati juga dengan pengetatan kegiatan. Misal rajin untuk cek swab dan sebagainya agar tidak terjadi outbreak. Dan jika diketatkan lagi mobilitas, maka yang bisa dilakukan dunia usaha kalau bisa online ya online sih. Tp kalo untuk pabrik saya rasa prokes ketat jadi pilihan utama," pungkasnya.