Buruh Minta Perusahaan Tak Ambil Kebijakan Pakai Omnibus Law

Buruh Minta Perusahaan Tak Ambil Kebijakan Pakai Omnibus Law

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 22 Feb 2022 15:09 WIB
Sejumlah massa dari Buruh dan Mahasiswa menggelar aksi untuk memperingati hari HAM Internasional di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (10/12/2021).
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Perusahaan dan pemerintah diminta tidak membuat kebijakan berdasarkan UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

MK melarang Pemerintah membuat peraturan lanjutan atau teknis pasca Putusan MK dibacakan, sehingga menjamin kepastian hukum dalam melakukan perubahan muatan dalam UU Ciptaker tersebut.

Ketua Umum (Ketum) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat melakukan dialog langsung dengan unit kerja di tingkat perusahaan, dalam hal ini adalah Astra Group yang memiliki kebun di Kotawaringin Barat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumhur mengaku mendapatkan laporan adanya suatu kebijakan yang dianggapnya tidak etis, yaitu jika karyawan di PHK, maka diperbolehkan lagi masuk dengan sistem outsourcing.

"Tindakan yang tidak etis karena mem-PHK, tapi kemudian membolehkan lagi masuk tapi di tempat yang berbeda atau pekerjaan yang berbeda," ujar Jumhur, Selasa (22/2/2022).

ADVERTISEMENT

Selain itu, kata Jumhur, dirinya juga mendapatkan laporan adanya belasan orang yang di PHK mendapatkan Jaminan Hari Tua (JHT) yang utuh. Akan tetapi, tidak mendapatkan dana pensiun dari perusahaan Astra seperti sebelumnya.

"Karena dana pensiun ini memang adalah kebijakan yang ada dalam perjanjian kerja bersama. Namun, ini dibatalkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) 35/2021 yang bisa mengkompensir dana pensiun untuk JHT jika JHT tidak sebesar dana pensiunnya, bila perusahaan memiliki kebijakan dana pensiunnya sendiri," jelas Jumhur.

Sehingga yang terjadi, JHT akan sama dengan dana pensiun tersebut tapi dana pensiunnya tidak diberi. Dana Pensiun Astra inuli diperoleh dari iuran perusahaan dan pekerja yg nilainya sekitar 10% dari upah, yang sebesar 65 persen dibayar pengusaha dan 35% oleh pekerja.

"Pekerja yang biasanya menerima full JHT dan juga menerima Dana Pensiun Astra itu menjadi jauh berkurang, akibat dari Peraturan Pemerintah 35/2021 dan ini dimanfaatkan betul oleh Astra Group sehingga tidak mau membayarkan sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama seperti sebelumnya," terang Jumhur.

Oleh karena itu, Jumhur berpesan agar perusahaan tetap berpegang teguh pada Perjanjian Kerja Bersama dan agar kebijakan yang berlandaskan kepada UU Ciptaker tidak lagi dipakai oleh perusahaan.

"Karena jelas UU Ciptaker ini Inkonstitusional bersyarat tidak boleh ada aturan tambahan atau lanjutan sebelum Pemerintah merevisi muatan UU Ciptaker. Fenomena ini sangat disayangkan karena ternyata Menaker masih juga membuat aturan JHT yang didasarkan pada UU Ciptaker, sehingga kebijakan seperti ini harus dicabut dan tidak boleh dilaksanakan oleh para pengusaha untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh buruh yang bekerja," tutup Jumhur.


Hide Ads