DPR Soroti Harga Gula Naik Jelang Ramadhan, Ini Sarannya

DPR Soroti Harga Gula Naik Jelang Ramadhan, Ini Sarannya

Aldiansyah Nurrahman - detikFinance
Minggu, 20 Mar 2022 17:15 WIB
Pedagang sembako di Pasar Bendungan Hilir menyebut harga gula naik dari Rp 14.000/kg jadi Rp 16.000/kg.
Foto: Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Darmadi Durianto (Istimewa)
Jakarta -

Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan upaya serius dalam mengendalikan harga kebutuhan pokok utamanya gula jelang bulan suci Ramadhan.

Diprediksi jelang Ramadhan sejumlah bahan kebutuhan pokok mengalami kenaikan. Mulai dari minyak goreng hingga gula pasir. Untuk itu, Darmadi menyarankan agar Kemendag menyiapkan langkah antisipatif dalam menyikapi soal gula ini.

"Kemendag harus buat contigency plan (rencana cadangan). Jangan sampai kasus gula seperti minyak goreng nantinya. Early warning (antisipasi dini) system harus dijalankan," saran Bendahara Megawati Institute, dalam keterangan tertulis, Minggu (20/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Darmadi juga mewanti-wanti agar pemerintah dalam hal ini Kemendag punya keberanian dalam menerapkan aturan dan tidak lagi tunduk pada kemauan para mafia khususnya mafia di sektor gula ini.

"Berbagai langkah dilakukan para mafia gula untuk menaikkan harga eceran tertinggi (HET). Di sinilah Kemendag mesti bersikap tegas jangan lagi mau didikte kemauan mereka apalagi tunduk. HET ini naik kan tentu saja ada gerilya yang cukup masif dari para mafia gula yang menekan ," tegas Politikus PDIP itu.

ADVERTISEMENT

Darmadi juga mengingatkan, dengan banyaknya harga gula yang naik, maka acuan harga tertinggi gula tidak boleh dinaikan. "Masalahnya akan sangat membebani masyarakat banyak kalau harga acuan atau HET dinaikkan," tandasnya.

Legislator dari dapil DKI Jakarta III meliputi Jakarta Barat, Utara dan Kepulauan Seribu ini juga memahami di satu sisi jika HET tetap pada acuan sekarang maka ada resiko yang harus ditanggung para petani tebu. Di mana biaya produksi dan penjualan tidak seimbang.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Namun hal itu, menurut Darmadi, bisa diimbangi kalau pemerintah memberikan insentif berupa subsidi kepada petani. Subsidi bisa diberikan jika harga acuan dibawah Harga Pokok Penjualan (HPP).

"Darimana subsidi itu? Pakai pungutan levy (pungutan impor) gula yang diterapkan pemerintah ke para pengusaha sebesar Rp 500 itu. Nah, hasil levy itu kan kalau dikalikan stok gula 4,5 juta ton bisa dapat Rp 2,25 triliun. Dana Rp 2,25 triliun inilah nantinya untuk biaya subsidi petani. Saya kira itu jalan keluarnya, masyarakat happy, petani pun happy," paparnya.

Terakhir dan yang paling penting, Darmadi juga menyarankan agar produktivitas para petani tebu ditingkatkan. Tentu saja dengan daya dukung yang memadai dari pemerintah. Mulai dari sisi regulasi maupun insentif berupa subsidi.

"Potensinya cukup besar ketika para petani tebu kita kalau produktivitasnya meningkat, jadi HPP mesti dibarengi dorongan peningkatan produktivitasnya. Berdasarkan grafik data analisis usaha tani tebu rakyat dari PTPN yang saya miliki, untuk hasil produksi 8 ton gula saja, para petani kita bisa meraup keuntungan lumayan besar, hitungan saya sampai Rp 25 juta keuntungan per 8 ton,dimana HPP petani tebu diperkirakan menjadi Rp 7.586 per kilogram. Saat ini produktifitas petani hanya 5 ton per hektare," ungkapnya.


Hide Ads