Jakarta -
Taliban yang kini berkuasa di Afganistan mengumumkan larangan produksi opium di seluruh negeri.
Pengumuman yang disampaikan pada Minggu (3/4) waktu setempat itu disampaikan kala para petani di negeri tersebut mulai memanen bunga poppy. Itu adalah bunga merah cerah yang mengandung opium dan digunakan untuk bahan baku membuat heroin.
Dalam pengumuman tersebut, para petani diberi peringatan bahwa tanaman mereka akan dimusnahkan dan mereka bisa dipenjara bila nekat melanjutkan panen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip japantoday, Senin (4/4/2022), larangan produksi opium sebenarnya bukan baru kali pertama dilakukan. Pada akhir tahun 1990-an, Taliban pernah menerapkan gerakan berbasis agama yang melarang produksi opium.
Kala itu, larangan produksi opium itu diterapkan mati-matian hingga mendapat pengakuan dari PBB yang memverifikasi bahwa produksi opium telah diberantas di sebagian besar wilayah negeri tersebut.
Namun, ketika Taliban digulingkan pada tahun 2001, para petani di banyak wilayah negara tersebut kembali menanam opium. Tak tanggung-tanggung, mereka bahkan sampai mengalihfungsikan lahan yang semula ditanami gandum.
Kenapa petani sampai nekat beralih dari gandum ke opium? Buka halaman selanjutnya.
Bukan tanpa alasan, para petani meninggalkan gandum. Simpanan gandum dari hasil panen yang mereka simpan kebanyakan hanya membusuk lantaran gagal dikirim ke pasar. Maklum, infrastruktur penunjang seperti jalan raya belum memadai untuk menghubungkan ladang gandum dengan pasar tempat mereka menjual hasil panen.
Bagi para petani, bunga poppy penghasil opium adalah pilihan paling ekonomis untuk menutup kerugian dari bertani gandum. Melihat fakta itu, tak heran bila kini opium yang dihasilkan dari bunga poppy menjadi sumber pendapatan utama bagi jutaan petani kecil di Afganistan.
Saat ini, Afganistan adalah produsen opium terbesar di dunia. Tercatat pada tahun 2021 sebelum diambil alih oleh Taliban, negara ini memproduksi lebih dari 6.000 ton opium. Dalam catatan Kantor Narkoba dan Kejahatan PBB, opium sebanyak itu cukup untuk memproduksi sekitar 320 ton heroin murni.
Namun, larangan ini tampaknya tak akan mudah diterapkan. Maklum saja, di Afghanistan yang sangat miskin, larangan produksi opium akan semakin memiskinkan warganya yang termiskin.
Menurut laporan PBB pada tahun 2021, pendapatan dari opiat di Afghanistan mencapai $1,8 hingga $2,7 miliar, lebih dari 7% dari PDB negara itu. Laporan yang sama mengatakan "rantai pasokan obat-obatan terlarang di luar Afghanistan" menghasilkan lebih banyak.
Larangan Taliban datang ketika negara itu menghadapi krisis kemanusiaan yang mendorong PBB untuk meminta $4,4 miliar bulan lalu karena 95% warga Afghanistan tidak memiliki cukup makanan.
Larangan tersebut, meski memukul keras rumah produksi obat, kemungkinan akan menghancurkan petani kecil yang bergantung pada produksi opiumnya untuk bertahan hidup.
Sulit untuk mengetahui bagaimana penguasa Taliban akan mampu menciptakan tanaman pengganti dan membiayai petani Afghanistan karena ekonomi mereka jatuh bebas dan uang pembangunan internasional telah berhenti.
Produksi dan pendapatan opium sering digunakan sebagai bentuk perbankan di antara orang-orang termiskin Afghanistan yang menggunakan janji panen tahun depan untuk membeli bahan pokok seperti tepung, gula, minyak goreng, dan minyak pemanas.