Sri Lanka tengah dilanda krisis ekonomi, energi, hingga politik. Utang negara pun diketahui telah membengkak, sementara cadangan devisa tidak mencukupi untuk menutupi.
Para pengamat mengatakan akar dari krisis yang terburuk dalam beberapa dekade karena pemerintah Sri Lanka sendiri. Pemerintah negara itu disebut tidak becus mengurus perekonomian negara.
Diduga pemerintah yang berturut-turut menyebabkan dan mempertahankan defisit hingga menyebabkan negara kekurangan anggaran di samping defisit berjalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sri Lanka adalah ekonomi defisit kembar klasik. Defisit kembar menandakan bahwa pengeluaran nasional suatu negara melebihi pendapatan nasionalnya, dan bahwa produksi barang dan jasa yang dapat diperdagangkan tidak memadai," kata Asian Development Bank 2019, dikutip dari Reuters, Jumat (8/4/2022).
Krisis ini juga dipercepat oleh pemotongan pajak yang besar. Potongan pajak merupakan janji dari Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa selama kampanye pemilihan 2019.
Kebijakan itu diberlakukan beberapa bulan sebelum pandemi COVID-19. Akibat itu juga ekonomi Sri Lanka makin terpuruk.
Tidak hanya itu, akibat pandemi COVID-19 industri pariwisata Sri Lanka anjlok. Padahal untuk mengatasi utang negara Sri Lanka bergantung pada akses ke pasar tersebut. Cadangan devisa anjlok hampir 70% dalam dua tahun.
Berlanjut ke halaman berikutnya.