Sri Mulyani Batal Tarik Utang Rp 100 Triliun, Kok Bisa?

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 13 Apr 2022 11:47 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Pemerintah terus berupaya melakukan konsolidasi fiskal agar defisit anggaran bisa kembali ke bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023. Caranya dengan mengurangi penarikan utang lewat penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penarikan utang sudah menyusut hingga Rp 100 triliun per Maret 2022. Hal itu terjadi karena optimalisasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun 2021 dari tumpukan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).

"Kami akan mengurangi issuance (penerbitan) utang dengan penggunaan SAL. Sampai Maret penurunan Rp 100 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK secara virtual, Rabu (13/4/2022).

Selain itu, tingginya penerimaan negara ikut berkontribusi dalam menghemat penerbitan SBN. Dalam dua bulan pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mampu membukukan surplus karena peningkatan pendapatan negara yang signifikan akibat lonjakan harga komoditas.

Sri Mulyani menyebut akan menjaga porsi penarikan utang sepanjang 2022 mengingat adanya tekanan global baik akibat perang Rusia-Ukraina maupun normalisasi kebijakan The Fed. Pengurangan penerbitan SBN bisa menghindarkan pemerintah selaku penerbit (issuer) dari risiko pasar.

"Kita melihat risiko global akibat normalisasi kebijakan moneter dan juga terjadi perang di Ukraina yang semua akan berpotensi menekan SBN dari yield dan demand-nya. Oleh karena itu, kita akan kurangi issuance," sebutnya.

Sebelumnya, penarikan utang sudah turun 66,1% pada Februari 2022. Realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang di bulan itu sebesar Rp 92,9 triliun atau 9,5% dari target APBN Rp 973,6 triliun. Pembiayaan menyusut dari Rp 273,8 triliun di Februari 2021.

Secara lebih rinci, penerbitan SBN neto hingga Februari 2022 sebesar Rp 67,7 triliun atau 6,8% dari target Rp 991,3 triliun. Penerbitannya -75,1% dari Rp 271,4 triliun di Februari 2021.

Lalu, pinjaman neto mencapai Rp 25,2 triliun atau tumbuh 954,4%. Menyusutnya pembiayaan utang berdampak positif kepada posisi imbal hasil (yield) di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.



Simak Video "Petani di Asahan Tagih Utang Pabrik, Blokir Akses Masuk Truk Sawit"

(aid/zlf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork