China sedang berjuang untuk menahan wabah virus Corona (COVID-19) di Shanghai. Lockdown sudah dilakukan selama 17 hari, membuat sebagian besar dari 25 juta penduduknya terjebak di rumah.
Terletak di pantai timur China, Shanghai adalah kota terbesar dan paling makmur di negara itu dan salah satu kota metropolitan terbesar di dunia. Bersama dengan kota tetangga Kunshan yang di-lockdown awal bulan ini, kedua kota tersebut memainkan peran besar dalam ekonomi global.
Pemerintah China yang belum menunjukkan tanda-tanda untuk segera melonggarkan pembatasan, meningkatkan kekhawatiran akan kerusakan ekonomi yang ditimbulkannya, dan dampak tak terduga yang akan terasa ke seluruh dunia.
Shanghai adalah episentrum wabah COVID saat ini, tetapi tidak sendirian, analis di Nomura memperkirakan bahwa lockdown penuh atau sebagian diberlakukan di 45 kota di China, mempengaruhi seperempat populasi dan sekitar 40% ekonomi.
Perdana Menteri Li Keqiang sudah 3 kali dalam seminggu memperingatkan akan ancaman yang ditimbulkan oleh peningkatan COVID-19 terhadap ekonomi China.
Disadur detikcom dari CNN, Kamis (14/4/2022), ini tiga alasan mengapa seluruh dunia harus mengawasi Shanghai dengan cermat:
1. Bisnis dan Keuangan
Shanghai memiliki PDB terbesar dari semua kota di China, yakni 4,32 triliun yuan (US$ 679 miliar), serta pasar saham terbesar ketiga secara global berdasarkan nilai perusahaan yang berdagang di sana, dan jumlah miliarder terbesar kelima di dunia.
Shanghai juga merupakan tujuan paling menarik untuk bisnis internasional yang mengincar ekspansi di daratan China. Pada akhir tahun 2021, menurut otoritas kota, lebih dari 800 perusahaan multinasional telah mendirikan kantor pusat regional atau negara di Shanghai.
Di antara mereka, 121 adalah perusahaan Fortune Global 500, termasuk Apple, Qualcomm, General Motors, Pepsico, dan Tyson Foods.
Lebih dari 70.000 perusahaan milik asing memiliki kantor di kota, yang menurut data dari pemerintah Jepang lebih dari 24.000 di antaranya adalah perusahaan Jepang.
Dengan total kapitalisasi pasar sebesar US$ 7,3 triliun, Bursa Efek Shanghai yang didirikan pada tahun 1990 hanya mengikuti New York dan London. Perdagangan berlanjut meskipun lockdown, tetapi beberapa bank dan perusahaan investasi telah meminta staf untuk menginap di kantor agar pasar tetap berfungsi.
Kumpulan perusahaan yang terdaftar di Shanghai sangat terfokus pada perusahaan besar milik negara yang memainkan peran sentral dalam ekonomi China. Mereka termasuk pembuat minuman keras paling berharga di dunia Kweichow Moutai, raksasa perbankan dan asuransi seperti ICBC dan China Life Insurance (LFC), dan perusahaan minyak negara PetroChina (PCCYF).
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "Melihat Shanghai yang Kini Sunyi karena Lockdown"
(toy/ang)