Tunjangan Hari Raya (THR) jadi hal yang paling ditunggu-tunggu para pekerja menjelang hari raya Lebaran. Biasanya, THR bakal cair di sekitar H-7 menjelang lebaran.
Selama dua tahun belakangan pemberian THR mengalami banyak hambatan. Hal itu disebabkan oleh pandemi COVID-19. Namun tahun ini, melihat perekonomian mulai pulih dari pandemi pemberian THR kembali jadi kewajiban untuk dipenuhi.
Pemerintah juga sudah memastikan akan memberikan THR kepada para abdi negara. Bahkan, THR diberikan plus tunjangan kinerja 50% bagi pegawai negeri aktif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usut punya usut, THR sendiri muncul sudah sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Dalam catatan detikcom, Soekiman Wirjosandjojo menjadi sosok yang pertama kali mencetuskan adanya THR keagamaan.
Sejarah mencatat, THR mulai muncul di awal 1950-an, yang dicetuskan oleh Soekiman yang kala itu menjadi Perdana Menteri.
Salah satu program kerja Kabinet Soekiman yang dilantik pada April 1951 itu adalah meningkatkan kesejahteraan aparatur negara. Salah satu cara Kabinet Soekiman adalah memutuskan untuk memberikan tunjangan kepada para pamong pradja (kini PNS) menjelang hari raya.
"Kebetulan juga saat itu ekonomi juga cukup baik. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai diberilah tunjangan hari raya," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan yang juga peminat sejarah Masyumi, Lukman Hakiem saat berbincang dengan detikcom, 4 Juni 2018 silam.
Ketika itu besarnya THR yang dibayarkan kepada para pamong pradja sebesar Rp 125 hingga Rp 200 per orang. Selain THR dalam bentuk uang, kabinet Soekiman juga memberikan tunjangan dalam bentuk beras yang diberikan ke pegawai negeri sipil setiap bulannya.
Memang, pada awalnya THR baru berlaku di lingkungan pegawai negeri alias PNS. Saat itu belum ada aturan tentang kewajiban perusahaan swasta membayar THR kepada pegawainya.
Kebijakan ini diprotes buruh. Baca halaman berikutnya
Simak Video "Video: Kata Sri Mulyani soal THR PNS Bisa Cair 100%"
[Gambas:Video 20detik]