Dinamika THR Kala Pandemi: Pengusaha Nggak Kuat Bayar, Sempat Boleh Dicicil

Dinamika THR Kala Pandemi: Pengusaha Nggak Kuat Bayar, Sempat Boleh Dicicil

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 17 Apr 2022 13:30 WIB
Ilustrasi THR
Foto: shutterstock
Jakarta -

Pandemi COVID-19 telah memukul sektor perekonomian di Indonesia. Akibatnya, menjelang hari raya Lebaran pencairan tunjangan hari raya (THR) selama dua tahun ke belakang sempat terhambat.

Bahkan, pada 2020, Kementerian Ketenagakerjaan memberikan kelonggaran kepada para pengusaha untuk menunda dan mencicil pembayaran THR.

Kala itu pengusaha menyuarakan kesulitan membayar THR, Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia banyak bersuara soal hal ini. Dalam catatan pemberitaan detikcom, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani kala itu mengatakan pengusaha terkena dampak langsung pandemi pada arus kas perusahaannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rosan mengatakan sudah banyak opsi yang sudah disampaikan pengusaha ke pemerintah dan pekerja soal masalah pembayaran THR. Ada yang ingin membayar setengahnya saja, ada juga yang mau membayar penuh tapi dicicil.

"Ini memang ada teman-teman kita mungkin mau bayar full, tapi terkendala karena terdampak langsung. Ada juga yang 50%. Ada juga yang tetap komit, tapi boleh nggak dicicil, jadi tidak semua. Ujungnya karena apa? Cashflow lah ini," kata Rosan kepada tim Blak-blakan detikcom, di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (31/3/2020).

ADVERTISEMENT

Pengusaha bahkan mengusulkan agar Indonesia bisa mengikuti pemerintah Inggris, yang membayarkan 80% gaji karyawan. Dalam hal ini pengusaha meminta agar pemerintah ikut membantu menanggung THR bagi pekerja.

"Ada juga pemikiran seperti di London, THR ditanggung pemerintah. Ada usulan begitu. Kan di luar negeri aja gaji ditanggung 80% juga ada. Jadi opsi itu ada, jadi pemerintah membantu para pekerja melalui dunia usaha," ungkap Rosan.

Sederet pengusaha di berbagai sektor pun mulai blak-blakan tak mampu bayar THR. Misalnya, pengusaha tekstil hingga ritel.

Baca halaman berikutnya

Simak juga Video: THR PNS Cair Mulai 18 April 2022, Gaji ke-13 Bulan Juli

[Gambas:Video 20detik]



Melihat kondisi yang terjadi, akhirnya pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menerbitkan aturan soal pencairan THR yang di dalamnya menyebutkan THR boleh dicicil atau ditunda.

Ida merilis Surat Edaran (SE) bernomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19).

Berdasarkan SE tersebut, Ida meminta kepada Gubernur memastikan seluruh perusahaan membayar THR sesuai aturan ketenagakerjaan yang berlaku. Apabila perusahaan menyatakan sulit membayar THR maka harus ada proses dialog antara pihak pengusaha dan para pekerja, dilandasi rasa kekeluargaan dan informasi yang utuh tentang kondisi keuangan terkini.

"Proses dialog tersebut dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi laporan keuangan internal perusahaan yang transparan dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan," tutur Menaker dalam SE tersebut, dikutip detikcom Rabu (6/5/2020) silam.

Menurut Ida, berdasarkan dialog tersebut, pengusaha dan para pekerja dapat menyepakati beberapa hal. Pertama, bila perusahaan tidak dapat membayar THR secara penuh pada waktu yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap.

Kedua, bila perusahaan tidak mampu membayar sama sekali THR pada waktu yang ditentukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pembayaran THR dapat ditunda sampai dengan jangka waktu tertentu yang disepakati.

Ketiga, soal waktu dan tata cara pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR keagamaan. Kesepakatan antara pengusaha dan pekerja tersebut harus dilaporkan ke dinas ketenagakerjaan setempat.

Di tahun berikutnya, pemulihan ekonomi nampaknya belum berjalan dengan baik. Menjelang Lebaran 2021 mulai banyak pengusaha kembali mengeluh agar THR kembali boleh dicicil atau ditunda. Mereka mengaku belum bisa bangkit dari efek pandemi, maka dari itu THR masih berat untuk dibayarkan.

Meski begitu, dengan tegas Ida Fauziyah menyatakan di tahun 2021 THR tak lagi boleh dicicil atau ditunda. Pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar THR sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal itu sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Pengusaha tidak boleh mencicil pembayaran THR 2021 kepada karyawan. THR harus diterima pekerja secara penuh sesuai haknya. Ida menjelaskan bahwa pemerintah sudah memberikan dukungan dalam berbagai bentuk kepada pengusaha.

Dukungan itu untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 agar perekonomian bergerak. Oleh karenanya, dirinya meminta komitmen pengusaha untuk membayar THR secara penuh kepada karyawan.

Meskipun THR tak boleh dicicil, perusahaan yang tidak mampu hanya diperbolehkan menunda pembayaran THR sebelum Hari Raya Idul Fitri atau H-1 Lebaran. Normalnya THR harus dibayar maksimal H-7 Lebaran.

Lanjut ke halaman berikutnya

Perusahaan yang boleh membayar THR mepet Lebaran harus menunjukkan laporan keuangannya selama 2 tahun terakhir, paling lambat dilaporkan H-7. Laporan keuangan itu menjadi bukti perusahaan yang bersangkutan memang tidak mampu membayar tepat waktu, yaitu H-7 Lebaran.

Nah, di tahun ini sendiri Menaker Ida Fauziyah kembali menegaskan THR harus dibayarkan full tanpa dicicil dan harus tepat waktu. Ida yakin para pengusaha akan membayar THR tahun 2022 secara penuh kepada pegawainya.

"Saya memiliki keyakinan penuh bahwa pembayaran THR itu akan bisa dilakukan oleh pengusaha seperti sebelum adanya pandemi Covid-19 (THR dibayar secara penuh)," kata Ida melalui siaran pers, dikutip Jumat (15/4/2022).

Menurutnya, keyakinan tersebut dilandasi oleh kondisi perekonomian saat ini yang sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan periode pelaksanaan THR dua tahun sebelumnya.

"Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan kita, keberhasilan kita mengendalikan penyebaran COVID-19 dan cakupan vaksinasi yang tinggi sampai booster. Ini berdampak positif terhadap normalisasi aktivitas masyarakat," sebut Ida.

Itu baru THR untuk pekerja swasta, bagaimana dengan pencairan THR untuk abdi negara? Sejak pandemi COVID-19 pada 2020, pencairan THR PNS pun ikut terganggu.

Pemberian THR PNS sejak saat itu disesuaikan berdasarkan dampak dari pandemi ke keuangan negara. Seiring berjalannya waktu, ekonomi Indonesia semakin pulih. Pemberian THR PNS pun berangsur membaik tiap tahunnya.

Salah satu yang menjadi perbedaan atau perbaikan adalah terkait tunjangan kinerja (tukin). Pada 2020 dan 2021, para PNS tidak mendapatkan tukin dalam pencairan THR, sedangkan di tahun ini tukin masuk komponen THR.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan dalam dua tahun terakhir, yakni 2020 dan 2021, kebijakan THR dan gaji ke-13 untuk PNS dilakukan penyesuaian sesuai dengan fokus penanganan pandemi ke sektor kesehatan, pemulihan ekonomi, dan bantuan sosial.

Dia menerangkan, pada 2020 THR hanya diberikan kepada aparatur negara dengan golongan di bawah eselon II serta pensiunan. Besaran THR dan gaji ke-13 hanya berupa gaji pokok, tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan.

"Tahun 2021, ancaman COVID-19 masih sangat berat, namun pemulihan ekonomi mulai berjalan yang disertai perbaikan kondisi APBN. Oleh karena itu, THR dan gaji 13 dibayarkan kepada seluruh aparatur negara dan pensiunan. Besaran THR dan gaji 13 adalah gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan melekat, dan tunjangan jabatan," jelas Sri Mulyani, dalam acara virtual Press Statement: THR dan Gaji 13, Sabtu (16/4/2022).

Kemudian, pada 2022 situasi dan penanganan pandemi COVID-19 semakin membaik dan pemulihan ekonomi juga semakin menguat, meskipun perang di Ukraina memunculkan tantangan risiko baru yang berdampak kepada kenaikan harga pangan dan energi di dunia.

Berdasarkan perkembangan situasi tersebut, Sri Mulyani menyampaikan pada 2022 THR PNS diberikan sebesar gaji/pensiun pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji/pensiun pokok yakni tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan struktural/fungsional/umum, serta tukin 50%.

"Bagi instansi pemerintah daerah, paling banyak 50% tambahan penghasilan dengan memperhatikan kemampuan kapasitas fiskal daerah da sesuai peraturan perundang-undangan," pungkas Sri Mulyani.


Hide Ads