Diwarnai Walkout AS hingga Inggris, Ini Hasil Pertemuan Menkeu G20 di AS

Diwarnai Walkout AS hingga Inggris, Ini Hasil Pertemuan Menkeu G20 di AS

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 21 Apr 2022 12:02 WIB
Ilustrasi anggota G20
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun ini menghadiri Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 ke-2 di Washington DC. Meski Amerika Serikat (AS), Inggris dan Kanada walkout karena Rusia, pertemuan ini tetap menghasilkan beberapa kesepakatan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan hasil pertemuan FMCBG ke-2 tersebut. Mulai dari dampak perang Rusia-Ukraina, membentuk arsitektur keuangan baru, hingga mencari jalan keluar untuk membantu negara berpenghasilan rendah yang terperangkap utang besar.

Sri Mulyani mengatakan beberapa anggota G20 prihatin atas dampak ekonomi akibat sanksi negara-negara barat seperti AS dan Eropa. Perang yang terjadi telah menghambat proses pemulihan ekonomi, meningkatkan kekhawatiran terkait ketahanan pangan dan tingginya harga komoditas energi global.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Anggota mencatat kekhawatiran tentang tekanan inflasi yang lebih luas dan persisten, yang menyebabkan beberapa Bank Sentral menaikkan suku bunga kebijakan mereka yang mengakibatkan pengetatan likuiditas global yang lebih cepat dari perkiraan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers 2nd FMCBG Meeting, Kamis (21/4/2022).

Di sisi lain, upaya mengendalikan pandemi tetap jadi prioritas bagi anggota untuk bisa menahan laju penularan infeksi. Juga bagaimana negara G20 bisa bertindak mengatasi kesenjangan pembiayaan dari krisis yang sedang terjadi saat ini.

ADVERTISEMENT

Untuk itu, anggota negara G20 meminta Bank Dunia segera menyiapkan pembentukan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF). Hal itu dalam rangka kesiapsiagaan dan respons pandemi atau Pandemic Preparedness and Response (PPR) di masa depan.

"Kepresidenan (G20) menyimpulkan Bank Dunia harus mulai mengeksplorasi proses untuk mengembangkan dan mendirikan FIF. Sebagian besar anggota sepakat tentang perlunya mekanisme keuangan baru yang didedikasikan untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan PPR," tuturnya.

Pertemuan tersebut, kata Sri Mulyani juga mencatat pertimbangan anggota meningkatkan kredibilitas komitmen lembaga keuangan dalam mengembangkan kebijakan dan meningkatkan instrumen yang berkelanjutan.

"Beberapa anggota menyoroti pentingnya meningkatkan fasilitas risiko dan mengeksplorasi instrumen keuangan berkelanjutan di luar obligasi," jelas Sri Mulyani.

Simak video 'Respons Sri Mulyani Saat AS Dkk Walk Out di Tengah Pertemuan G20':

[Gambas:Video 20detik]



Bersambung ke halaman selanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, Perry Warjiyo menegaskan kembali komitmen anggota G20 untuk mendukung negara berpenghasilan rendah dan rentan, terutama mereka yang berisiko mengalami kesulitan utang. G20 juga menyambut baik pembentukan Resilience and Sustainability Trust (RST) dan mendorong lebih lanjut pemenuhan ambisi global sebesar US$ 100 miliar dari kontribusi sukarela untuk negara-negara yang membutuhkan.

"Negara-negara anggota G20 menegaskan kembali komitmen mereka untuk mendukung negara berpenghasilan rendah dan rentan, terutama yang berisiko mengalami kesulitan utang," jelasnya.

Negara anggota G20 menyampaikan keprihatinan atas lambatnya kemajuan dalam implementasi kerangka kerja bersama dan menyerukan agar langkah selanjutnya lebih tepat waktu, tertib, serta dapat diprediksi. Mereka juga menantikan kesepakatan terkait utang negara Chad dan pembentukan komite kreditur untuk Zambia.

"Para anggota menantikan kesepakatan yang tepat waktu tentang perlakuan utang untuk membentuk komite kreditur untuk Zambia. Anggota menyambut stabilitas ketahanan IMF yang berkelanjutan," jelas Perry.

Mengingat situasi saat ini, para anggota mengakui peran penting Bank Pembangunan Multilateral (MDB) untuk mendukung pembiayaan pembangunan di negara-negara yang rentan dan dalam meningkatkan partisipasi sektor swasta. Anggota G20 juga berbagi pandangan tentang langkah ke depan untuk meningkatkan ketahanan dan mendukung pemulihan volatilitas aliran modal serta menegaskan kembali komitmen untuk penguatan dan efektivitas Jaring Pengaman Keuangan Global dengan meletakkan IMF sebagai pusatnya.

Terakhir, anggota G20 menegaskan bahwa keuangan berkelanjutan sangat penting untuk pemulihan ekonomi global yang hijau, tangguh, dan inklusif serta pencapaian agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan. Hal ini termasuk mengembangkan kerangka kerja sukarela dan tidak mengikat untuk transisi keuangan, meningkatkan kredibilitas komitmen lembaga keuangan, dan mengembangkan alat kebijakan demi meningkatkan instrumen keuangan berkelanjutan dengan fokus pada peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan.

"Konsensus ini akan sangat mendukung salah satu target utama Presidensi G20 Indonesia dalam melakukan transisi energi yang adil dan terjangkau (just and affordable)," jelas Perry.

Sebagai kelanjutan dari pembahasan ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 akan melanjutkan dialog pada pertemuan ketiga yang akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 Juli 2022.


Hide Ads