Pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor kelapa sawit (CPO) dan minyak goreng mulai 28 April 2022. Kebijakan itu bahkan disampaikan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Salah satu tujuan dari kebijakan pelarangan tersebut adalah untuk menjaga pasokan minyak goreng dalam negeri dan menekan harga.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira justru menilai kebijakan ini seakan seperti de javu kebijakan komoditas batu bara belum lama ini. Pemerintah juga menyetop ekspor batu bara karena pasokan dalam negeri yang berkurang.
"Sebenarnya kalau hanya pemenuhan kebutuhan dalam negeri, tidak perlu stop ekspor. Ini kebijakan yang mengulang kesalahan stop ekspor mendadak pada komoditas batu bara pada Januari 2022 lalu," tuturnya kepada detikcom, Minggu (24/4/2022).
Bhima menyebutkan sebagai kebijakan yang salah karena ternyata pelarangan ekspor batu bara tempo hari diprotes banyak calon pembeli di luar negeri karena merasa dirugikan. Akhirnya pemerintah mencabut larangan itu.
"Biaya produksi manufaktur maupun harga barang konsumsi di tiga negara tersebut akan naik signifikan dan Indonesia yang disalahkan. Dalam kondisi terburuk bisa timbulkan retaliasi atau pembalasan yakni negara yang merasa dirugikan setop mengirim bahan baku yang dibutuhkan Indonesia. Fatal itu," tambahnya.
Sementara Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai kebijakan pelarang ekspor CPO dan minyak goreng ada plus dan minusnya.
Untuk kelebihannya momentum pelarangan ekspor ini bisa digunakan pemerintah untuk melakukan konsolidasi kebijakan di dalam negeri terutama terkait kebutuhan pemantauan kebutuhan CPO dan minyak goreng untuk produk turunannya.
"Apalagi kekurangan produksi dan kebutuhan untuk penyaluran biodiesel disinyalir menjadi salah satu faktor kenaikan dari harga minyak goreng beberapa minggu lalu," tuturnya.
Jika pemetaan berhasil, lanjut Yusuf, kebutuhan dari sisi suplai akan diikuti dengan kebijakan pengawasan jalur distribusi. Dengan begitu dia yakin harga minyak goreng bisa ditekan.
"Kebijakan ini secara bertahap mampu mendorong harga minyak goreng ke level yang lebih rendah karena sekali lagi kebutuhan stok yang bahan baku yang sudah terpenuhi," tambahnya.
Sementara minusnya, karena Indonesia adalah produsen terbesar maka kebijakan sudah pasti akan mendorong harga CPO dan produk turunannya untuk meningkat. Negara-negara seperti India dan China yang merupakan eksportir utama produk CPO perlu mencari pasar alternatif lain selain Indonesia.
Simak Video "Video: Rayu AS Rp 551 T Kandas, RI Tetap Dihajar Tarif Trump 32%"
(das/zlf)