Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan pelarangan ekspor kelapa sawit (CPO) dan minyak goreng mulai 28 April 2022. Kebijakan itu merupakan respons dari probelmatika minyak goreng di dalam negeri.
Ekonom senior dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai kebijakan tersebut menurutnya tidak akan efektif menurunkan harga minyak goreng yang masih menjadi polemik.
"Saya memperkirakan kebijakan ini tidak akan menurunkan harga secara tajam. Harga minyak tetap akan mahal karena harga global memang mahal. Kalaupun ada penurunan tidak akan besar," tuturnya kepada detikcom, Minggu (24/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Malah menurut Piter kebijakan pelarangan ekspor CPO berpotensi menimbulkan over kill. Maksudnya RI sebagai negara produsen dan eksportir terbesat CPO akan kehilangan potensi ekspor yang besar.
"Kebijakan ini menurut saya berpotensi over kill. Dengan kebijakan ini kita kehilangan potensi ekspor yang cukup besar. Sementara dampaknya tidak akan signifikan," terangnya.
Di sisi lain menurut Piter dampak negatif kebijakan ini akan lebih banyak dirasakan oleh para petani sawit dan pengusaha CPO kelas menengah bawah. Sebab mereka tidak bisa menyimpan hasil produksi karena keterbatasan alat.
Sementara para pengusaha CPO besar memiliki fasilitas penyimanan yang mumpuni. Meski kehilangan potensi pendapatan, setidaknya mereka masih bisa bertahan.
"Apabila kebijakan ini dilakukan dalam jangka panjang mereka (petani dan pengusaha CPO menengah) yang akan sangat terpukul mengalami kerugian besar. Dan saya yakin akan muncul kegaduhan," ucapnya.
Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, penyetopan sementar ekspor CPO itu akan berbuntut pada kehilangan devisa negara dari ekspor CPO.
"Selama satu bulan Maret 2022 ekspor CPO nilainya USS$ 3 miliar. Jadi estimasinya bulan Mei apabila asumsinya pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh, kehilangan devisa sebesar US$ 3 miliar setara Rp 43 triliun akan terjadi dan angka itu setara 12% total ekspor non migas. Ini bisa ganggu stabilitas rupiah juga karena devisa ekspornya terganggu," ucapnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), India berada di urutan pertama sebagai negara tujuan ekspor CPO dari Indonesia. Pada periode Januari-Februari 2022 nilainya mencapai US$ 997,4 juta.
Posisi kedua adalah Pakistan. Negara ini mengimpor CPO dari Indonesia periode Januari-Maret 2022 nilainya mencapai Rp 745,5 juta.
Ketiga adalah Amerika Serikat yang mengimpor CPO dari Indonesia pada periode Januari-Maret 2022 nilainya mencapai US$ 516 juta. Kemudian diikuti negara-negara seperti Malaysia, Bangladesh, China, Mesir, Rusia, Spanyol dan Filipina.
(das/dna)