Standard and Poor's (S&P) merevisi Outlook Indonesia menjadi stabil dari sebelumnya negatif dan mempertahankan peringkat Indonesia pada BBB (Investment Grade) pada 27 April 2022.
Dalam laporannya, S&P menyatakan revisi ke atas outlook Indonesia menjadi stabil didasarkan pada perbaikan posisi eksternal ekonomi Indonesia, konsolidasi kebijakan fiskal yang dilakukan oleh Pemerintah secara gradual, dan keyakinan S&P terhadap pemulihan ekonomi Indonesia yang akan terus berlanjut sampai dengan dua tahun ke depan.
Sementara, peringkat Indonesia yang dipertahankan pada level BBB didukung oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang solid dan rekam jejak kebijakan yang berhati-hati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menyatakan, afirmasi rating Indonesia disertai dengan revisi outlook menjadi stabil menunjukkan, pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia.
Meskipun, lebih lanjut Perry mengatakan saat ini tengah mengalami peningkatan risiko global yang berasal dari tensi geopolitik Rusia-Ukraina, perlambatan ekonomi global, dan peningkatan tekanan inflasi. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional," katanya dalam keterangan pers, Kamis (28/4/2022).
Dalam laporan S&P pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan terus berlanjut ditopang oleh kegiatan ekonomi yang kembali normal, seiring dengan cakupan vaksinasi yang semakin luas sehingga mendukung peningkatan kekebalan masyarakat.
S&P memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan meningkat menjadi 5,1% setelah sebelumnya tumbuh 3,7% pada 2021. Namun, Indonesia juga perlu mewaspadai risiko yang berasal dari krisis Rusia-Ukraina.
S&P memandang, meski peningkatan harga komoditas diperkirakan dapat mendorong pendapatan perusahaan dan penerimaan fiskal, namun terdapat risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global yang dapat menekan permintaan global. Selain itu, kenaikan inflasi berpotensi menekan kinerja konsumsi domestik.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Soraya Cassandra, Hijaukan Secuil Lahan di Tanah Urban