Jalan Hidup Starling di Jakarta yang Nggak Banyak Orang Tahu

Liputan Khusus

Jalan Hidup Starling di Jakarta yang Nggak Banyak Orang Tahu

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 23 Mei 2022 06:00 WIB
Jalan Hidup Starling di Jakarta yang Nggak Banyak Orang Tahu
Foto: Herdi Alif Al Hikam

Rohman bilang, menjadi starling di masa-masa sekarang sebetulnya makin susah. Dia terus menerus mengeluh pembeli jadi makin sepi. Hal ini sudah dirasakannya semenjak pandemi Corona sedang tinggi-tingginya merebak di Indonesia, khususnya Jakarta.

Bila dahulu dalam sehari dirinya bisa mengantongi pendapatan bersih sampai Rp 150 ribu lebih, saat ini bisa mendapatkan Rp 100 ribu saja sudah syukur. Rata-rata paling sering seharinya dia cuma mendapatkan pendapatan bersih Rp 70-90 ribu saja.

"Bukan sepi lagi, sepi beneran. Kalau kita mah lapar sama kenyang, banyak laparnya, benar-benar," keluh Rohman ketika ditemui detikcom di sela-sela pekerjaannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia tak tahu apa masalah yang membuat pembeli kopinya makin sepi, yang jelas menurutnya makin sedikit saja pembeli dagangannya semenjak pandemi merebak di Jakarta.

"Habis pandemi itu makin sepi benar. Kali aja karena orang nggak boleh wisata, nggak boleh ngantor. Apa-apa ditutup. Demo-demo juga banyak dilarang, untung-untungan ada demo begini kita," ujar Rohman.

ADVERTISEMENT

Setali tiga uang, Agus seorang starling lainnya juga mengeluhkan hal yang sama. Pembeli kopi keliling makin sepi saat ini, pendapatannya pun berkurang.

Tak jauh berbeda dari Rohman, pendapatan bersihnya paling besar saat ini cuma mentok sampai Rp 100 ribu. Saking sepinya, Agus yang juga berasal dari Madura bercerita seringkali pendapatannya cuma cukup untuk makan sehari dengan istrinya.

Di Jakarta, Agus tinggal bersama dengan istrinya. Menyewa kos satu petak dengan harga Rp 300 ribuan per bulan. Dia meninggalkan satu anak yang masih mengenyam bangku sekolah dasar di Madura.

"Kalau sepi mah cukup makan sama istri aja ya sekitar Rp 50 ribuan lah bersihnya," ujar Agus.

Pendapatan yang makin minim ini harus disiasati Agus untuk berbagai hal. Mulai dari kebutuhan sehari-hari dia dan istrinya di Jakarta, uang sewa kosnya, dan juga mengirim uang ke keluarganya di kampung.

Hide Ads