Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan saat ini dunia menghadapi tiga ancaman besar mulai dari perubahan iklim, normalisasi kebijakan moneter untuk merespons kenaikan inflasi, hingga pengetatan likuiditas. Hal itu menimbulkan dampak disrupsi ke seluruh dunia.
"Saat ini kita dihadapkan dinamika global yang sangat nyata," kata Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 masa persidangan V, Selasa (24/5/2022).
Sri Mulyani menjelaskan konflik antara Rusia dan Ukraina turut memperparah situasi geopolitik dunia saat ini yang pada akhirnya menimbulkan ancaman krisis mulai dari energi, pangan, sampai keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Disrupsi rantai pasok yang muncul juga akibat meningkatnya geopolitical global menjadi perhatian dan harus kita waspadai. Konflik Rusia dan Ukraina sangat mempengaruhi geopolitical dunia dan ini menimbulkan ancaman krisis," tuturnya.
"PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dalam hal ini telah membentuk grup untuk mengantisipasi kemungkinan tiga krisis dunia yaitu krisis energi, krisis pangan, dan krisis keuangan," tambahnya.
Seluruh dunia termasuk Indonesia harus merespons serius ancaman tersebut. "Dihadapkan pada ketidakpastian yang sangat tinggi dan begitu dinamis, maka Indonesia perlu merespons secara tepat waktu, tepat kualitas dan tepat aksi," imbuh Sri Mulyani.
Pemerintah optimistis mampu mengatasi gejolak tersebut, mengingat upaya yang telah dilakukan dalam menangani dampak pandemi COVID-19 mulai membuahkan hasil. Hal itu terlihat dari mulai bangkitnya aktivitas ekonomi domestik.
"Implementasi berbagai kebijakan makro fiskal dalam APBN kita yang responsif juga karena dukungan dari DPR RI mampu membuat kita merespons secara fleksibel, sinergis dalam rangka menjaga momentum pemulihan ekonomi yang tidak mudah," ujarnya.
Ekonomi Indonesia mampu tumbuh di kisaran 5,01% pada triwulan I-2022. Pertumbuhan itu juga didukung oleh stabilisasi tingkat harga atau inflasi yang tercatat 0,95% (mtm) atau 3,47% (yoy) pada April 2022.
"Angka inflasi Indonesia itu masih dalam rentang target 3 plus minus 1% dan jauh dari negara lain di mana ada yang mencapai double digit," tandasnya.
(aid/eds)