Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) akhirnya resmi digelar kembali di Davos, Swiss pada Mei 2022, setelah sempat absen selama 2 tahun. Dalam jangka waktu tersebut, berbagai fenomena terjadi mulai dari pandemi COVID-19 hingga invasi Rusia ke Ukraina.
Di tengah-tengah gegap gempita perhelatan yang kembali digelar itu, muncul respons tajam dari kalangan akademisi yang menuding forum tersebut terkesan hanya sebagai ajang pamer kekayaan bagi kaum elit dan para penguasa yang hadir dalam kesempatan tersebut.
"Davos adalah lambang dari salah satu tantangan terbesar bagi masyarakat saat ini, yaitu para elit yang memuji diri sendiri," kata Jeffrey Sonnenfeld, seorang Profesor Manajemen Yale, dilansir dari CNN Business, Selasa (24/05/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejatinya, konferensi tersebut bertujuan untuk menyatukan orang-orang penting dari seluruh dunia dalam rangka mengatasi masalah-masalah mendesak seperti ketidaksetaraan, perubahan iklim, masa depan teknologi, dan konflik geopolitik.
Tetapi logika di balik mengundang beberapa orang terkaya di Bumi untuk menyelesaikan masalah ini tampaknya bertolak belakang dengan fakta yang ada akhir-akhir ini.
Bagaimana tidak, orang-orang kaya ini tercatat makin kaya di tengah pandemi sementara orang miskin di berbagai belahan dunia kian menderita setelah penyebaran virus Corona menekan sektor ekonomi.
Benar saja, menurut laporan dari Oxfam yang diterbitkan pada Januari 2022, para miliarder telah menambahkan sebanyak US$ 5 triliun atau setara dengan Rp 73 ribu triliun (kurs Rp 14.650,65) ke dalam kekayaan mereka selama pandemi. Hal tersebut terlihat pada 10 orang terkaya di dunia, di mana total kekayaan kolektifnya menjadi dua kali lipat lebih banyak dari sebelumnya antara Maret 2020 hingga November 2021.
Sementara itu, lebih dari puluhan juta orang di seluruh dunia terdorong ke dalam kemiskinan ekstrem saat ekonomi global ditutup, dan banyak rumah tangga yang berjuang dan menggantungkan diri pada dukungan darurat dari pemerintah.
"Dua tahun terakhir telah mendramatisir dan mengklarifikasi kenyataan yang sebenarnya terjadi saat ini, dimana kelas plutokrat elit tidak hanya meninggalkan dunia, tetapi mereka berkembang justru dengan menginjak leher orang lain," kata Anand Giridharadas, penulis buku "Winners Take All: The Elite Charade of Changing the World," dilansir dari CNN Business.
Gambaran situasi tersebut menjelaskan bahwa di masa seperti saat ini semakin terlihat bahwa kaum elit tidak benar-benar hadir untuk membantu dunia, tetapi justru memanfaatkan krisis seperti sekarang ini untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Kisah Pejuang Hati, Pengorbanan Ibu untuk Anak Atresia Bilier