Tenaga kesehatan (nakes) seperti perawat menjadi salah satu profesi yang bertaruh nyawa di tengah pandemi COVID-19. Sayangnya pengabdian itu tidak setimpal dengan yang didapatnya di mana banyak status kepegawaiannya hanya sebagai honorer, relawan, bahkan ada yang tak dibayar (sukarelawan).
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bidang Kesejahteraan, Maryanto mengatakan banyak rekan-rekannya yang pada saat bekerja disodorkan dengan perjanjian kerja yang melanggar ketentuan undang-undang seperti hanya diberi status sukarelawan, hingga honorer.
"Artinya hari ini ada yang rela memakai baju warna cokelat, baju perawat, tetapi mereka hanya mempertahankan status sosialnya supaya tidak terlihat menganggur," katanya dalam rapat panja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (30/5/2022).
Berdasarkan datanya, hanya 24,6% perawat di Indonesia yang mendapatkan gaji sesuai ketentuan upah minimum. Sisanya, 71% berada di bawah standar dan cuma 4,4% yang di atas standar.
Tak cuma gaji, Maryanto mencatat 5.413 aduan yang masuk ke asosiasi mengenai THR. Dari aduan yang masuk, sebanyak 3.296 perawat atau setara 60,9% dari jumlah aduan tersebut mengaku tidak menerima THR.
"Aduan sekitar 5.413 perawat ini melebihi angka aduan rata-rata pekerja nasional yang hari ini saya melihat catatan dalam Kemnaker hanya 2.000 sekian. 60,9% tidak mendapatkan THR, 39,1% mendapatkan," bebernya.
Hal yang tidak kalah miris adalah tidak semua perawat mendapat fasilitas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan secara penuh. Hanya 42,4% saja dari total aduan yang mendapat kedua layanan secara penuh, sisanya tidak.
Padahal ada 717 perawat di seluruh Indonesia yang gugur karena COVID-19 per 30 Mei 2022. "Seharusnya negara memberikan balasan yang setimpal juga untuk kami sebagai penerus dari rekan-rekan kami yang telah gugur," ucapnya.
Butuh anggaran tambahan buat tenaga kesehatan. Cek halaman berikutnya.
(aid/ara)