Harga cabai rawit merah melonjak, hingga ada yang menyentuh angka Rp 69.166/kilogram. Apa sebenarnya biang kerok dari lonjakan harga cabai ini?
Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia Abdul Hamid menjelaskan faktor produksi sangat mempengaruhi harga cabai. Sementara terkait produksi ini ada faktor yang mempengaruhi.
"Yang pertama itu karena sekarang kita menghadapi musim kemarau basah. Tanaman cabai ini rentan sekali pada kelembaban terutama hujan. Banyak penyakit yang muncul seperti antraknosa (patek). Produktivitasnya turun drastis," ujar Abdul kepada detikcom, Senin (30/5/2022).
Faktor kedua masih ada petani belum menerapkan budidaya yang baik dan benar dengan memperhatikan masalah kesuburan tanah.
"Antraknosa (patek) ini sangat erat kaitannya dengan kesuburan tanah. Sejak 10 tahun lalu, tanah kita ini miskin unsur organik," tutur Abdul.
"Seperti degradasi lahan yang terjadi di kawasan pertanian cabai di Tuban. Dari luas lahan yang mencapai 5.000 hektar itu, sebagian besar terkena penyakit patek," sambungnya.
Dari antara jenis cabai, cabai rawit merah menjadi yang paling mahal diantara cabai lainnya.
"Dari lahan 5.000 hektar di Tuban itu sebagian besarnya ialah cabai rawit. Maka dari itu saat ini yang paling mahal harganya ialah cabai rawit. Itu salah satu contohnya," ujar Abdul.
Senada, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan lonjakan harga dipicu kurangnya suplai. Menurut catatannya, harga cabai telah mengalami 3 kali kenaikan
Fenomena ini terjadi merata di seluruh wilayah di Indonesia.
"Ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di daerah-daerah yang memproduksi cabai seperti Tuban, Lumajang, dan Situbondo," ujar Abdullah kepada detikcom.
Berdasarkan laporan dari perwakilan di daerah, kenaikan ini berkisar di 20-50%. Di Jakarta pun kenaikan harganya cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir, bahkan kenaikan bisa mencapai Rp 5 ribu-Rp 10 ribu.
Pesan buat pemerintah di halaman berikutnya. Langsung klik
(hns/hns)