Dana COVID Mau Disetop, Diganti Buat Urus Utang hingga Krisis Pangan

Dana COVID Mau Disetop, Diganti Buat Urus Utang hingga Krisis Pangan

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 07 Jun 2022 06:00 WIB
BUMN percetakan uang, Perum Peruri dibanjiri pesanan cetak uang dari Bank Indonesia (BI). Pihak Peruri mengaku sangat kewalahan untuk memenuhi pesanan uang dari BI yang mencapai miliaran lembar. Seorang petugas tampak merapihkan tumpukan uang di cash center Bank Negara Indonesia Pusat, kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (21/10/2013). (FOTO: Rachman Haryanto/detikFoto)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut program Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) tahun ini menjadi yang terakhir. Selama tiga tahun berlangsung (2020-2022), program itu telah menelan biaya hingga Rp 1.895,5 triliun.

"Saya terima kasih kepada Banggar atas nama pemerintah yang telah menyetujui COVID-nya kita hentikan tahun ini insya Allah," kata Airlangga dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (6/6/2022).

Sebagai gantinya, tahun depan pemerintah mulai fokus menangani krisis global seperti krisis pangan, krisis energi, hingga krisis utang. Indonesia sendiri masuk dalam kelompok Global Crisis Response Group (GCRG) yang baru dibentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada pertengahan Maret 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"2023 KPC-PEN berhenti dan dilanjutkan dengan GCRG. Jadi ini membantu Sekjen PBB dalam penanganan krisis energi, krisis pangan dan krisis utang," jelas Airlangga.

Indonesia dinilai berpengalaman dalam menangani krisis ekonomi, baik yang terjadi di 1998 maupun 2008. Untuk itu lah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipercaya sebagai salah satu pemimpin dunia yang menjadi anggota GCRG.

ADVERTISEMENT

"Jadi salah satu adalah suspensi daripada utang-utang negara ketiga, negara Indonesia dianggap berpengalaman dalam penanganan IMF 1998 dan 2008 yang lalu," jelasnya.

Champion Group tersebut dipimpin oleh Sekjen PBB dan bertujuan untuk mendorong konsensus global serta melakukan advokasi solusi untuk atasi krisis pangan, energi dan keuangan global.

Selain Presiden Jokowi, Sekjen PBB juga mempercayai lima pemimpin dunia lainnya sebagai anggota Champion Group yaitu, Presiden Senegal, Kanselir Jerman, Perdana Menteri Barbados, Perdana Menteri Denmark, dan Perdana Menteri Bangladesh.

Tantangan Perekonomian ke Depan Tidak Mudah

Airlangga menyebut situasi perekonomian ke depan tidak semakin mudah setelah menghadapi pandemi COVID-19. Tantangan itu disebut 5C.

"Perekonomian ke depan tidak semakin mudah. Dari kami sering menyebut dalam pertemuan dengan berbagai kelapa negara, kepala lembaga dunia bahwa dunia menghadapi 5C tantangan ke depan," kata Airlangga.

Airlangga memaparkan tantangan pertama adalah tailwind atau angin terakhir dari pandemi COVID-19. Soal ini, dia mengapresiasi Banggar DPR karena telah responsif menyetujui anggaran Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) hingga Rp 1.895,5 triliun selama tiga tahun (2020-2022).

Tantangan kedua adalah crisis of war (krisis akibat perang) yang terjadi di Rusia-Ukraina telah berdampak besar kepada harga komoditas energi, pangan dan keuangan global.

"Di sini nanti juga berlanjut pada krisis berikutnya yaitu climate change. Kita sekarang masih musim hujan tapi ke depan kemarau ini akan panjang," tambah Airlangga menyebutkan tantangan ketiga.

Tantangan keempat adanya kenaikan harga komoditas (commodity price) mulai dari energi hingga pangan. Kenaikan harga ini diperkirakan akan terus terjadi sampai pertengahan tahun depan.

"Kenaikan commodity price baik energi pangan dan lainnya kelihatannya masih akan sampai pertengahan tahun depan," bebernya.

Tantangan terakhir adalah cost of living atau gejolak inflasi. Itu lah 5C yang menjadi tantangan ke depan dan akan mengadang perekonomian dunia.



Simak Video "Video Airlangga soal AS Soroti QRIS: RI Terbuka untuk Mastercard atau Visa"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads