Ibu melahirkan bisa mendapat cuti paling sedikit 6 bulan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). RUU KIA sedang dibahas bersama pemerintah dan DPR RI.
Lalu, bagaimana jika ibu melahirkan cuti 6 bulan malah dipecat? Berdasarkan draft RUU KIA yang diterima detikcom, diatur bahwa setiap ibu yang melaksanakan hak cutinya itu tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya.
"Tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan," bunyi pasal 5 ayat (1), dikutip Senin (20/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih dipecat, dalam RUU KIA justru ibu melahirkan yang cuti 6 bulan tetap mendapat gaji secara penuh selama tiga bulan pertama. Setelah itu, 3 bulan berikutnya perusahaan dibolehkan hanya memberi gaji 75%.
"Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a mendapatkan hak secara penuh 100% untuk 3 bulan pertama dan 75% untuk 3 bulan berikutnya," bunyi pasal 5 ayat (2).
Jika ibu melahirkan diberhentikan dari pekerjaannya atau tidak memperoleh haknya selama cuti hamil 6 bulan, pada ayat (3) tertulis bahwa pemerintah harus memberi pendampingan secara hukum.
"Dalam hal Ibu sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (2) diberhentikan dari pekerjaannya dan/atau tidak memperoleh haknya, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan pendampingan secara hukum dan memastikan pemenuhan hak Ibu terpenuhi dengan baik," tulisnya.
Selain ibu melahirkan, RUU KIA juga mengatur ibu yang mengalami keguguran diberi waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai surat keterangan dokter kandungan/bidan. Suami sebagai pendamping juga diizinkan mendapat cuti di mana paling lama 40 hari untuk suami yang istrinya melahirkan dan paling lama 7 hari bagi yang istrinya keguguran.
Simak juga Video: Di Depan Bumil, Puan Ungkap Alasan Dorong Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan