Curhat Mereka yang Gantungkan Nasib di Palang Pintu Perlintasan Kereta Liar

Curhat Mereka yang Gantungkan Nasib di Palang Pintu Perlintasan Kereta Liar

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 30 Jun 2022 09:03 WIB
Perlintasan sebidang liar/Herdi Alif Alhikam
Foto: Palang pintu kereta liar /Herdi Alif Alhikam
Jakarta -

Siang itu panas matahari sedang terik-teriknya. Namun, semangat Femri belum luntur meski diterpa panas. Dengan sigap dia menarik ulur tambang pengatur palang pintu kereta.

Saat kereta lewat, dia menarik tambang untuk menurunkan palang pintu. Ketika kereta sudah berlalu, dia ulur tambang untuk menaikkan palang pintu dan memberikan jalan kepada masyarakat untuk lewat.

Dari posnya yang kecil, Femri berjaga agar masyarakat bisa menyeberang dengan aman dan kereta api pun bisa berjalan dengan lancar. Pekerjaannya sebagai penjaga palang pintu perlintasan sebidang memiliki tanggung jawab besar, bahkan nyawa taruhannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama 3 tahun terakhir, Femri bergantian dengan dua kawannya menjaga perlintasan sebidang di kawasan Citayam, Depok, Jawa Barat. Tepatnya, di palang pintu rel Gang SMP Ratu Jaya.

Selama ini ada dua shift yang dia jalani, terkadang jaga pagi hingga sore dari pukul 5.00-17.00 WIB. Sebaliknya, ada juga shift malam yang dimulai sore pukul 17.00 WIB dan selesai pukul 5.00 WIB esok paginya.

ADVERTISEMENT

"Saya gantiin om saya aja di sini. Awalnya om saya. Dia dapat kerja, saya justru hilang pekerjaan pas pandemi, dulunya saya OB. Ya udah jaga-jaga aja sini dulu," ungkap Femri kala ditemui detikcom saat sedang berjaga, Rabu (29/6/2022).

Sebagai penjaga palang pintu, Femri tak memiliki pendapatan yang tepat. Sumbangan sukarela jadi pengharapannya. Syukur-syukur pengguna jalan yang lewat perlintasan mau membagi uang recehnya untuk menambah pundi-pundi pendapatan Femri.

Dalam satu hari, Femri mengaku paling banyak mendapatkan uang dari sumbangan sukarela masyarakat cuma sebesar Rp 50.000. Itu baru angka paling besar, kadang-kadang malah Femri cuma bisa mengumpulkan uang sebesar Rp 20.000-30.000 saja.

Namun dia tak menampik terkadang warga sekitar suka memberikan dia dan timnya uang lebih dalam sebulan karena sudah berjasa menjaga palang pintu. Namun jumlahnya pun tak banyak, harus dibagi ke 3 orang pula.

"Tambahannya ya paling dari pengurus suka ngasih Rp 300.000-400.000, itu juga saya bagi 3 kan. Kalau nggak ya sekolahan ini suka ngasih juga," kata Femri.

Meski terkesan pas-pasan, Femri bilang selama ini pendapatannya cukup buat nafkahi keluarga. "Dicukup-dicukupin aja dah gimana caranya, sering disisihin Rp 5.000 sehari buat bayar kontrakan," tuturnya.

Cerita tak jauh berbeda turut dirasakan Rusfendi, penjaga palang pintu perlintasan sebidang kereta api di Gang Kembang, Citayam. Pria yang sudah selama 20 tahun menjaga palang pintu kereta ini pun mengharapkan sukarela masyarakat untuk mendapatkan penghasilan.

Lanjut ke halaman berikutnya

Selain sumbangan receh masyarakat saat lewat perlintasan yang dijaga Rusfendi, dia dan timnya yang berjumlah 3 orang juga diizinkan melakukan penarikan sumbangan dari pintu ke pintu. Sekali jalan, pihaknya bisa mengantongi Rp 500.000-750.000, bahkan pernah sampai Rp 1.000.000.

"Kalau saya kan ibarat sebulan sekali diizinin sama pengurus sini muterin pintu ke pintu minta sumbangan buat palang pintu. Ya bisa dapet sekali jalan Rp 750.000, paling gede Rp 1.000.000, tapi itu dibagi 3," kata Rusfendi.

Sementara untuk sehari-hari, Rusfendi mengandalkan sumbangan receh pengguna jalan. Kira-kira dalam sehari menurutnya bisa mendapatkan uang sebesar Rp 50.000-75.000, paling banyak pernah mencapai Rp 100.000.

Meski ada orang-orang macam Femri dan Rusfandi, keberadaan fasilitas perlintasan sebidang liar tetap jadi dilema. Pasalnya, dalam aturan yang berlaku jelas disebutkan perlintasan sebidang liar seharusnya ditutup.

Menurut Kepala Humas KAI Daop I Eva Chairunisa semua pemangku kepentingan kereta api harus mengacu pada UU Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Di dalamnya ada beberapa pasal yang mengatur soal perlintasan sebidang.

Pasal 91 ayat 1 menjelaskan, seharusnya perpotongan jalur kereta api dan jalan biasa dibuat tidak sebidang. Bisa saja perpotongan jalur itu dibuat berupa jembatan ataupun fly over. Meski begitu di pasal lainnya perlintasan sebidang masih diperbolehkan asalkan menjadi perlintasan resmi.

Nah nasib perlintasan sebidang liar tak berizin, menurut Eva, seharusnya mengacu pada pasal 91 ayat 1 yang menyebutkan perlintasan liar itu harus ditutup. Masih di pasal 94, tepatnya pada ayat 2, penutupan perlintasan sebidang liar dilakukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

"Pasal 94 ayat 1 menyebutkan untuk keselamatan perjalanan KA dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup," ujar Eva kepada detikcom.

PT KAI sendiri mencatat sejauh ini ada 455 perlintasan sebidang yang tersebar di Daop 1, mulai dari kawasan Merak, Jakarta Raya, hingga Cikampek. Bila dirinci, perlintasan liar ada 196 jumlahnya dari total perlintasan yang ada.

Malah masih ada 77 perlintasan sebidang yang sama sekali tak dijaga. Sementara itu perlintasan sebidang resmi yang mendapatkan penjagaan ada 182 lokasi, 122 perlintasan di antaranya dijaga langsung oleh KAI.



Simak Video "Video Momen Penumpang Berhamburan Kala TransJ Terjebak di Perlintasan Kereta"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads