Jakarta -
Direktur Utama PT Titan Infra Energy (TIE) Darwan Siregar menyebut ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan gugatan soal pelunasan utang PT Titan kepada kreditur sindikasi bank untuk mengambil alih perusahaan. Menurutnya, upaya ini tak hanya melanggar hukum tapi juga menyalahgunakan kekuasaan.
"Dari pengalaman apa yang telah dialami oleh Titan selama hampir 3 tahun ini, patut diduga bahwa ada upaya-upaya yang tidak sesuai dengan aturan dan norma dengan memanfaatkan situasi-situasi dan serta juga kekuasaan yang merupakan praktik dari industrial hukum seperti yang didengungkan oleh Menko Polhukam beberapa waktu yang lalu," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (11/7/2022).
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD kerap menyinggung soal praktik industrial hukum atau hukum yang kerap dijadikan industri di Indonesia. Industrial hukum ini bertujuan menyalahkan pihak yang benar, dan membenarkan pihak yang salah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darwan menduga akhir dari tujuan industrial hukum yang dialami pihaknya adalah agar PT Titan dapat diambil alih pihak tertentu.
"Adanya upaya-upaya jahat ini agar Titan tidak dapat bertahan dengan maksud dan tujuan agar Titan dapat diambil-alih," imbuhnya.
Kendati memenangkan gugatan praperadilan atas Bareskrim Mabes Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 21 Juni 2022, Darwan mengaku sangat kebingungan dengan laporan pidana yang pernah diterima pihaknya tersebut.
"Kenapa hal terkait dengan Perjanjian Kredit yang seharusnya merupakan ranah perdata dan juga Perjanjian yang disepakati bersama antara Titan dengan Kreditur Sindikasi berdasarkan Hukum Inggris bisa dilaporkan oleh salah satu anggota Kreditur Sindikasi tanpa adanya persetujuan anggota sindikasi lainnya kepada Bareskrim Polri dan bahkan Perjanjian Kredit tersebut belum jatuh tempo," paparnya.
Lebih jauh, Darwan menyebut upaya-upaya lewat praktik industrial hukum tersebut sebagai hal yang kontraproduktif terhadap rencana dan usaha Presiden Jokowi dan pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang terjaga dengan baik.
"Apa yang terjadi terhadap Titan saat ini akan menjadi cermin dari kondisi berusaha dan berinvestasi secara umum di Indonesia, terutama 2 anggota Kreditur Sindikasi adalah perusahaan asing yang terkemuka di dunia," ujarnya.
"Meski begitu, kami percaya masih ada keadilan di Republik Indonesia ini, karenanya kami tetap mengikuti proses hukum yang berjalan dan memilih untuk menempuh jalur hukum. 'FIAT JUSTITIA RUAT CAELUM' yang berarti: Keadilan harus ditegakkan, meskipun langit akan runtuh," sambungnya.
Skema Pelunasan Utang PT Titan ke Sindikasi Bank di halaman berikutnya. Langsung klik
Diketahui, PT Titan mendapatkan fasilitas pinjaman sindikasi dari Bank Mandiri, CIMB Niaga, Credit Suisse AG, dan Trafigura. PT Titan sebelumnya dilaporkan oleh Bank Mandiri terkait persoalan pembayaran utang, namun dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Darwan menegaskan pihaknya masih terus melakukan pembayaran terhadap kreditur hingga saat ini. Titan memang sempat mengalami kesulitan pembayaran kewajiban kepada Sindikasi Bank pada tahun 2020 akibat pandemi COVID-19.
Karenanya, Titan memanfaatkan kebijakan relaksasi kredit yang diberikan OJK kepada dunia usaha sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) nomor 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran virus COVID-19.
"Restrukturisasi perjanjian kredit adalah hal yang lumrah dilakukan bahwa Pemerintah melalui OJK sejak awal Pandemi COVID-19 telah memberikan kebijakan relaksasi kepada dunia usaha agar dapat melakukan restrukturisasi sesuai dengan POJK Nomor 11 Tahun 2020," terang Darwan.
Darwan mengaku pembayaran memang sempat macet lantaran pandemi COVID-19, namun PT Titan tetap membayar denda penalti kepada pihak sindikasi.
"Dengan datangnya COVID di tahun 2020, harga batu bara jatuh, ekspor tutup (China dan India lock down) Titan Infra Energy tidak sanggup lagi membayar angsuran pokok. Tetapi angsuran bunga masih dibayarkan terus setiap bulan sampai kuartal ke-3 tahun 2020," tambahnya.
Darwan juga membantah tuduhan Titan berhenti mencicil pembayaran utang kepada kreditur. Sebab, mulai tahun 2021 hingga pertengahan 2022 ini Titan sudah membayarkan kewajibannya. Pada tahun 2021, PT Titan telah membayar lebih dari USD 46 juta atau Rp 688,7 miliar (kurs Rp 14.972), dan di tahun 2022 sebesar USD 35 juta atau Rp 524 miliar.
Ini artinya mulai tahun 2021 hingga medio 2022, PT Titan telah membayar sebesar Rp 1,2 triliun dari total utang Rp 6,7 triliun kepada kreditur sindikasi. Darwan mengungkapkan saat ini utang PT Titan kepada sindikasi masih tersisa USD 330 juta yang masa jatuh temponya hingga akhir 2023.
PT Titan berharap kreditur dapat menyetujui permohonan restrukturisasi pembayaran utang yang diajukan. Darwan menuturkan proposal telah diajukan sebanyak 3 kali sejak 2020, namun belum mendapat respon dari Bank Mandiri sebagai salah satu kreditur indikasi.
"Kami telah mengajukan kembali proposal restrukturisasi terhadap fasilitas kredit kepada Kreditur Sindikasi, kami sangat mengharapkan proposal ini dapat diterima dengan baik dan dapat disetujui sehingga seluruh kegiatan operasional kami dapat berjalan dengan baik dan lancar sehingga pengembalian pinjaman kami kami kepada Kreditur Sindikasi dapat segera lunas," ungkapnya.
"Keinginan kami adalah program restrukturisasi segera diketok secepatnya. Karena hal ini akan meningkatkan performance kerja TIE dengan luar biasa," tambah Darwan.
Proposal restrukturisasi terbaru yang diajukan PT Titan telah disesuaikan dengan kondisi harga batu bara yang kini kembali membaik. Karena itu, PT Titan hanya meminta kelonggaran waktu satu tahun untuk batas waktu pelunasan utang.
"Dengan kondisi harga batubara yang bagus, pada bulan Januari tahun 2022 TIE mengajukan proposal yang diharapkan menjadi breakthrough. TIE akan melunasi semua utang-utangnya di akhir tahun 2024," kata Darwan.
"Jadi pada dasarnya restrukturisasi hanya minta mundur 1 tahun dari pagu kredit yang ada yaitu tahun 2018-2023. Seharusnya wajar karena adanya pandemi COVID-19," tutupnya.
Bank Mandiri: Kami Tidak Menzalimi Debitur
Sementara itu, VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano menegaskan para peserta kredit sindikasi bukanlah rentenir atau pinjol ilegal. Artinya, seluruh keputusan yang telah disepakati keempat institusi keuangan tersebut sudah melalui proses penilaian yang menyeluruh.
"Tidak mungkin keempat lembaga keuangan ini menzalimi debiturnya sendiri, karena hidup bank justru dari debitur," ucapnya.
Ia menambahkan Bank akan berupaya keras kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya jika debitur memiliki kemampuan membayar.
Sebaliknya, bila ada faktor force majeur tentunya bank akan melakukan restrukturisasi berupa rescheduling pembayaran, discount, dan opsi keringanan lainnya. Termasuk, ikut membantu mencarikan investor baru untuk meringankan beban debitur.