Kisruh pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma yang sudah berlangsung lama akhirnya menemukan titik terang. TNI Angkatan Udara (AU) resmi menyerahkan pengelolaannya dari PT Angkasa Pura (AP) II ke PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS).
"Serah terima tersebut sebagai tindaklanjut dari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu Putusan Peninjauan Kembali (PK) MA Nomor 527/PK/Pdt/2015," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah dalam keterangan resmi dikutip Minggu (24/7/2022).
Merujuk pada salinan dokumen putusan MA tersebut, ATS seharusnya sudah mengelola Bandara Halim setidak-tidaknya sejak 2010 setelah nota kesepahaman ditandatangani sejak 2004-2006. Hal itu berdasarkan perjanjian antara Induk Koperasi TNI Angkatan Udara (INKOPAU-PUKADARA) dan ATS yang saat itu diwakili oleh Edward Sirait.
Pemanfaatan aset seluas 21 hektare (Ha) di Bandara Halim antara TNI AU dengan pihak swasta yakni ATS juga telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan di 2005. Lantas, kenapa penyerahan pengelolaannya baru terealisasi 21 Juli 2022?
Indan meminta agar hal itu ditanyakan langsung ke AP II mengapa tidak mau angkat kaki dari Bandara Halim sejak lama. Yang jelas dalam satu tahun terakhir ini mereka intens duduk bersama mencari jalan keluar.
"Mungkin satu tahun terakhir ini kita duduk bareng terus TNI AU, PT ATS, AP II mencari jalan keluar. Bahkan keputusan AP II keluar dari Halim pun dengan kesepakatan. Putusan MA mengatakan yang punya hak mengelola Bandara Halim adalah PT ATS. Tanya AP II lah kenapa nggak keluar-keluar dari dulu," tutur Indan.
Indan menyebut putusan MA yang selama ini tidak dilaksanakan dapat berdampak pada tidak terpenuhinya kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Selama ditandatangani perjanjian, ATS telah melaksanakan semua kewajibannya berupa pembayaran ke negara, berbeda dengan AP II.
"ATS itu bagus dia dari awal niat bayar penerimaan ke kas negara dari 2006-2009. Berikutnya dia nggak bayar karena dia tidak menerima haknya sebagai pengelola, akhirnya dia berhenti bayar. AP II jalan tapi dia nggak bayar ke kas negara karena aturan pengelolaan aset itu harus bayar ke kas negara kalau itu dikomersilkan," jelasnya.
Sampai saat ini ATS disebut telah membayar Rp 17,82 miliar untuk kelola Bandara Halim sampai 10 Februari 2031. Rinciannya Rp 7,03 miliar untuk kompensasi ke Inkopau, Rp 8,44 miliar untuk kontribusi tahunan sejak 2006-2009, dan Rp 2,34 miliar untuk pembayaran sewa ke kas negara tahun 2006-2009.
"Jadi bisa dibayangkan sampai 2022 itu negara nggak nerima pendapatan dari situ. Jadi itu yang menjadi concern kita mendorong untuk patuh hukum, kedua juga ada potensi penerimaan negara yang tidak terakomodir jadinya," tambahnya.
Atas kisruh keluarnya AP II sebagai pengelola Bandara Halim, dipastikan tidak akan mengganggu pelayanan penerbangan karena bandara tersebut sedang direvitalisasi dan tidak ada aktivitas penerbangan.
"Sehingga pertimbangannya supaya tidak banyak mengganggu pelayanan publik, agar nanti pada saat bandara dibuka, publik tetap bisa menggunakan layanan penerbangan dari Bandara Halim," jelasnya.
(aid/dna)