PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE kini menjelma menjadi perusahaan ekspedisi yang dikenal masyarakat. Keberadaan perusahaan ini tak lepas dari sosok Djohari Zein yang merupakan salah satu pendiri perusahaan.
Meski sekarang menjadi pengusaha sukses, namun kisah hidup Djohari tak melulu indah. Djohari mengaku waktu kecil ia kerap ditindas alias di-bully.
Pria kelahiran Medan 16 April 1954 ini menjelaskan, ibunya merupakan guru Bahasa Inggris. Sebagai seorang guru, orang tuanya sangat fokus pada pendidikan. Hal itu membuat Djohari menjadi murid yang paling kecil di sekolah.
"Jadi saya TK aja sudah sekolah, itu di gereja sekolahnya. Akibatnya waktu SD ya saya paling kecil di kelas. Itu saya satu kemungkinan yang menurut saya karena saya terlalu kecil di kelas," katanya dalam wawancara khusus detikcom, seperti ditulis Selasa (30/8/2022).
"Kadang-kadang ada nakal berisik, yang kena hukuman kita aja berdua, karena kita paling kecil, ada di satu kelas dua orang paling kecil," sambungnya.
Hal lain yang membuatnya kerap di-bully adalah kondisi lingkungan saat itu. Meski Djohari keturunan Tionghoa, tapi ayahnya bekerja di bank yang dianggap 'Kebelanda-belandaan'.
Alhasil, ia sulit diterima di komunitas Tionghoa maupun di kalangan masyarakat pribumi kala itu.
"Jadi saya termasuk keluarga di lingkungan saya di Medan itu adalah keturunan yang nggak bisa diterima orang Chinese, nggak bisa diterima orang pribumi juga. Jadi makanya saya nggak punya teman, di lingkungan teman-teman sekolah saya, karena banyak orang Chinese-nya. Di lingkungan rumah tangga saya kebanyakan orang pribumi," paparnya.
"Saya di lingkungan yang dianggap jenis yang tidak bisa diterima sini, nggak terima situ," imbuhnya.
Namun demikian, hal itu justru membuatnya bersyukur. Sebab, hal itu tidak membuatnya merasa 'tinggi'.
Hal itu pun juga ia terapkan di tempat kerja. Di tempat kerja, ia tak memposisikan sebagai pemilik atau owner, melainkan sebagai orang yang membantu. Sikapnya itu membuat Djohari sukses seperti sekarang.
"Walaupun kemudian bisa buka bisnis, punya perusahaan, punya saham, tapi selalu lebih melihat diri saya itu one of the manager, sehingga saya bekerja itu tidak merasa saya yang punya, saya ini harus kerja keras, nah itulah culture-nya, minority itu seperti itu," jelasnya.
Tonton juga Video: Geger Beras Bansos Dikubur: Penyelidikan Disetop-Ancaman Hotman Paris
(acd/eds)