Teror Galon Isi Ulang Bisa Ganggu Iklim Usaha, Begini Analisanya

Teror Galon Isi Ulang Bisa Ganggu Iklim Usaha, Begini Analisanya

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 06 Sep 2022 09:39 WIB
Sejumlah penghuni apartemen di kawasan Pluit, Jakarta Utara, menggunakan air galon isi ulang untuk mandi. Hal tersebut karena air dari apartemen kurang baik.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Ketua Komisi Penegakan Regulasi Satgas Sampah Nawacita Indonesia, Asrul Hoesein menduga adanya teror yang dilakukan pihak-pihak tertentu untuk mendiskreditkan produk galon isi ulang kemasan polikarbonat yang ramah lingkungan.

Karenanya, dia meminta agar tindakan tersebut segera dihentikan.

"Saya sudah bertemu dengan si peneror itu dan tahu siapa di belakangnya. Saya juga sudah mengingatkannya untuk menghentikan tindakannya itu," ujarnya dalam acara Ngobrol Tempo, Jumat (2/9/2022).

Kata Asrul, tindakan meneror yang dilakukan terhadap galon guna ulang ini sebenarnya bukan hanya mencederai usaha air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang saja, tapi juga mencederai rakyat.

"Saya katakan kepada si peneror bahwa dia itu bukan mencederai perusahaan AMDK galon guna ulang saja, tapi juga rakyat. Karena, yang masuk-masuk ke rumah tangga itu kan AMDK galon guna ulang," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia juga mengkritisi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang seakan mendukung tindakan si peneror ini.

"Jadi, kunci permasalahan isu galon guna ulang ini termasuk juga karena BPOM yang seakan membiarkan isu ini terjadi berlarut-larut hingga saat ini.

ADVERTISEMENT

Karenanya, saya juga berharap BPOM menghentikan sikap yang seakan mendukung beredarnya isu negatif terhadap galon guna ulang ini di masyarakat. Karena, kalau tidak berhenti, hal ini akan jadi bumerang bagi BPOM sendiri yang akan dituding bersikap diskriminatif," tukasnya.

Dia mengatakan BPOM itu seharusnya tidak hanya fokus mengawasi galon guna ulang saja, tapi juga minuman-minuman lainnya seperti teh, kopi, dan lain-lain.

"Jadi, untuk BPOM, tolong minum-minuman teh, kopi, diperiksa sumber airnya. Ini catatan untuk BPOM, jangan cuma galonnya saja itu yang diawasi. Karena, ada ribuan kemasan di supermarket yang harus diurus BPOM di luar galon," ucapnya.

Dia juga mengingatkan agar perusahaan tidak ada yang melakukan persaingan tidak sehat.

"Boleh produksi dan memasarkan produk, tapi jangan melakukan kampanye negatif terhadap orang lain," katanya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.



Di acara yang sama, dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Teknologi Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma, juga sangat menyesalkan beredarnya isu soal BPA ini di masyarakat. Menurutnya, isu ini bisa memberikan kesalahan persepsi di konsumen bahwa kemasan galon guna ulang itu berbahaya, sementara kemasan plastik-plastik lainnya itu terkesan aman.

"Padahal, seperti yang kita tahu bahwa BPA itu ada di mana-mana, tidak hanya di galon polikarbonat, tetapi ada juga di kemasan kaleng, botol bayi, atau di dot. Itu mestinya dilarang total bagi bayi dan anak-anak," tukasnya.

Dia mengutarakan di makanan kaleng ada riset yang mengatakan hampir 90% enamel pada kaleng itu terbuat dari epoksi.

"Nah, epoksi itu adalah BPA dan BPA adalah sebagai basic. Jadi, seharusnya ini kan juga perlu dilabeli juga," ujarnya.

Menurutnya, dengan dihembuskannya isu BPA ini di masyarakat, bisa menyebabkan terjadinya mispersepsi di masyarakat bahwa kemasan yang tidak mengandung BPA itu aman-aman saja.

"Padahal, kemasan lain itu juga belum tentu aman. Kemasan PET misalnya, itu juga ada resiko dari bahan senyawa yang lain yang berpotensi ke arah negatif. Di PET ada kandungan antimon, asetildehid, etilen glikol, dan lain-lain yang juga berbahaya," ucapnya.

Dia juga mengkritisi langkah BPOM yang seolah membiarkan kampanye negatif terhadap galon polikarbonat. Menurutnya, ini justru bertentangan dengan BPOM sendiri pada aturan label pangan.

"Jadi, ketidaksepahaman saya pada aturan pelabelan BPA ini adalah, khawatirnya nanti malah ada prasangka buruk kalau BPOM itu dianggap membela salah satu brand. Itu yang pasti akan muncul karena fenomena ini," katanya.


Hide Ads