Utang dana talangan penanganan masalah lumpur Lapindo Sidoarjo, Jawa Timur yang dilakukan PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ) milik keluarga Bakrie belum juga selesai. Padahal utang tersebut sudah jatuh tempo sejak Juli 2019.
Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Tri Wahyuningsih Retno Mulyani mengatakan pemerintah masih terus menagih utang tersebut sesuai kewajibannya.
"Lapindo bukan di kewenangan PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara), masih di K/L dalam hal ini Kementerian Keuangan. Jadi belum ada sita dan sebagainya, kita masih dalam kapasitas nagih-nagih aja," kata wanita yang akrab disapa Ani itu dalam Bincang Bareng DJKN, Jumat (16/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Utang terkait Lapindo yang melilit keluarga Bakrie ini berawal pada Maret 2007. Saat itu pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana Lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Pada saat itu perusahaan Bakrie memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar. Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%.
Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman. Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda atau lunas pada 2019 lalu.
Nyatanya hingga saat jatuh tempo, Lapindo baru mencicil satu kali dan besarannya hanya Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar tersebut. Sampai saat ini belum ada pembayaran lanjutan sehingga utangnya makin bertambah karena denda terus berjalan.