Apdamindo Sebut Depot Air Minum Aman dari Pelabelan BPA

Apdamindo Sebut Depot Air Minum Aman dari Pelabelan BPA

Erika Dyah Fitriani - detikFinance
Selasa, 08 Nov 2022 08:50 WIB
Ilustrasi galon air mineral.
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo) Budi Darmawan menyebut usaha depot air minum dikecualikan dari aturan pelabelan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Diketahui, pelabelan ini dilakukan pada galon guna ulang dari bahan plastik keras polikarbonat yang bercampur BPA.

"Karena jenis usaha kami jelas sangat berbeda dari bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang," kata Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (8/11/2022).

"Regulasi pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) galon kan pada kemasannya, sedangkan fokus bisnis depot air minum pada airnya saja, jadi apa hubungannya?" imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Budi menegaskan faktor pembeda bisnis Depot Air Minum dengan AMDK galon bekas pakai yang mengandung senyawa berbahaya Bisphenol A (BPA). Ia menyebut AMDK diproduksi oleh industri skala besar. Sedangkan bisnis depot air minum isi ulang adalah bisnis yang masuk kategori usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dioperasikan oleh masyarakat.

Menurutnya, bisnis depot air minum adalah menyediakan air minum praktis untuk masyarakat yang datang ke depot-depot dengan membawa wadah milik mereka sendiri. Bahkan di beberapa tempat di Indonesia, masyarakat datang dengan membawa jeriken dan wadah jenis lainnya ke depot-depot air minum. Bukan hanya membawa galon.

ADVERTISEMENT

"Dengan demikian, regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk pelabelan galon guna ulang dari bahan plastik keras polikarbonat yang bercampur BPA, tidak akan berpengaruh negatif pada bisnis depot air minum milik masyarakat," tegasnya.

Budi menegaskan Apdamindo sebagai induk organisasi dengan anggota hampir 90.000 depot air minum UMKM di Indonesia sejalan dengan langkah BPOM, yakni untuk melabeli galon bekas pakai yang mengandung BPA dengan label 'Berpotensi Mengandung BPA'.

Dukungan ini juga untuk mempertegas perbedaan bisnis AMDK dan depot air minum. Sebab BPOM secara tegas mengecualikan usaha depot air minum dari regulasi pelabelan.

"Kalaupun nanti ada perubahan kebijakan, misalnya BPOM terpaksa diminta untuk turun memeriksa depot-depot air minum, itu jelas bukan pekerjaan mudah, karena jumlah pelaku usaha ini yang sangat besar dan tersebar di seluruh Indonesia," ujarnya.

Penolakan Regulasi Pelabelan Galon Bekas Pakai BPOM

Sebagai informasi, sejauh ini pihak yang paling lantang menolak regulasi BPOM untuk pelabelan galon bekas pakai adalah Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin) yang didukung pula oleh Asosiasi Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo).

Kedua asosiasi ini menaungi usaha yang tidak saling terkait serta berada di bawah pengawasan kementerian atau lembaga yang berbeda pula.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat mengklaim revisi aturan BPOM akan membuat industri AMDK, terutama galon bekas pakai, merugi sampai triliunan rupiah per tahun.

"Mungkin industri ini sebagian besar akan tutup," katanya.

Namun, berkaca pada industri rokok, label peringatan dan foto penderita kanker yang tertera di bungkus rokok hingga saat ini ternyata tak mematikan bisnis dan industri di bidang tersebut. Justru adanya label peringatan itu membuat konsumen setidaknya tahu risiko kesehatannya apabila tetap membeli dan mengisap rokok.

Senada dengan Aspadin, Asosiasi Depot Air Minum Isi Ulang Indonesia (Asdamindo) juga menyatakan penolakan tegas terhadap wacana BPOM yang akan memberikan label 'Berpotensi Mengandung BPA' pada kemasan galon bekas pakai.

Ketua Asdamindo sekaligus Pimpinan LSM Garda Pemuda Siliwangi, Erik Garnadi menyebut pelabelan pada kemasan galon bekas pakai juga akan merugikan para pengusaha depot air minum. Ia menambahkan para pengusaha depot air minum akan banyak yang tutup usahanya.

Asdamindo juga memprotes BPOM karena menyatakan keamanan air minum yang ada di depot air minum isi ulang bukanlah tanggung jawab lembaga tersebut. Pada kenyataannya, pengawasan depot air minum memang berada di bawah kewenangan Kementerian Kesehatan, bukan pada BPOM.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM Rita Endang menyatakan rancangan regulasi pelabelan BPA terbatas hanya ditujukan untuk produk galon bekas pakai berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan bahan campuran BPA. Jenis plastik ini banyak ditemukan dalam wadah makanan, botol minum atau botol susu bayi, lensa kacamata, DVD, hingga bahan bangunan semisal atap garasi.

Menurut Rita, sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-hari mengkonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industri air kemasan per tahunnya, 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon bekas pakai. Dari yang terakhir, 96,4 persen berupa galon berbahan plastik polikarbonat.

"Artinya 96,4 persen itu mengandung BPA. Hanya 3,6 persern yang PET (kemasan Polyethylene Terephthalate yang bebas BPA)," terang Rita.

"Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang," tambahnya.

Sementara itu, Kepala BPOM Penny K. Lukito menyebut pelabelan kemasan galon yang mengandung BPA sangat diperlukan. Sehingga publik mendapatkan hak mereka untuk mengetahui informasi produk yang mereka konsumsi.

"Pelabelan juga untuk mengantisipasi munculnya gugatan hukum terkait keamanan produk air kemasan yang tertuju pada pemerintah dan kalangan produsen di masa datang," tutur Penny.

Menurut BPOM, sejumlah penelitian dan riset mutakhir yang dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia mengindikasikan BPA bisa memicu perubahan sistem hormon tubuh. Risiko ini juga memunculkan gangguan kesehatan, termasuk kemandulan, penurunan jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido, dan sulit ejakulasi.

Paparan BPA dalam jangka waktu lama juga disebutkan bisa memicu gangguan penyakit tidak menular. Mulai dari diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal kronis, kanker prostat, dan kanker payudara. Sementara pada anak-anak, paparan BPA dapat memunculkan gangguan perkembangan kesehatan mental dan autisme.


Hide Ads