Pengusaha meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan aturan terkait jam kerja fleksibel atau flexible working. Tujuannya agar pengusaha bisa memberlakukan asas no work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar).
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Anne Patricia Sutanto mengusulkan kepada Menaker Ida Fauziyah mengeluarkan aturan agar perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.
"Saat ini kan undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK supaya fleksibilitas itu ada dengan asas no work no pay pada saat tidak bekerja," kata Anne dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI dan Menaker, Selasa (8/11/2022).
Dalam kesempatan itu Anne juga meminta dukungan Komisi IX DPR RI demi mengurangi jumlah orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan begitu ada supremasi hukum dari kepatuhan sosial oleh dunia usaha.
"Itu izin bapak/ibu (anggota Komisi IX) di sini menyampaikan bagaimana kita bisa mengurangi dampak pengurangan tenaga kerja," sebutnya.
Jika tidak ada fleksibilitas jam kerja, pengusaha meyakini akan adanya PHK massal. Oleh karena itu pihaknya berharap dapat dipertimbangkan adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang mengatur prinsip no work no pay.
"Sebab, kalau tidak ada itu memang kalau kita dengan order menurun 50% atau katakanlah 30% kita nggak bisa menahan, 1-2 bulan masih oke, tapi kalau sudah beberapa bulan atau setahun saya kira pilihannya ya memang harus PHK massal," ujar Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menjelaskan Permenaker merupakan wilayah internal kementerian dan tidak ada di ranahnya. Menurutnya, hal itu bisa dibicarakan secara langsung oleh pengusaha kepada pihak Kemnaker.
"Nanti itu hasilnya bisa berbentuk apapun tergantung dari komunikasi ini," ucap Nihayatul.
(aid/dna)