Ramai-ramai Bos Twitter 'Kabur' Tinggalkan Elon Musk, Ada Apa?

Ramai-ramai Bos Twitter 'Kabur' Tinggalkan Elon Musk, Ada Apa?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Senin, 14 Nov 2022 08:15 WIB
Kantor Twitter
Foto: Twitter
Jakarta -

Pemilik baru Twitter, Elon Musk belum lama ini mengumumkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ribuan pegawai Twitter. Selang beberapa hari para pucuk pimpinan di Twitter disebut mengundurkan diri.

Dikutip dari CNN disebutkan jika pengunduran diri ini dilakukan karena mereka khawatir dengan masa depan Twitter. Apalagi keputusan Elon Musk sebagai pemilik baru dinilai penuh ketidakpastian.

Mantan pejabat Twitter Lea Kissner menyebutkan meninggalkan Twitter merupakan keputusan yang sulit. "Selama ini saya bekerja dengan orang-orang hebat. Saya bangga dengan pekerjaan yang saya selama ini," kata dia dikutip dari CNN, Senin (14/11/2022). Kissner tak memberikan tanggapan dan alasan apapun saat dikonfirmasi oleh CNN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hanya beberapa hari setelah Twitter memberhentikan ribuan karyawannya, sejumlah eksekutif puncak dari tim yang menangani privasi dan keamanan di platform tersebut dilaporkan telah mengundurkan diri.

Kemudian ada juga Yoel Roth yang sebelumnya menjadi head of integrity and security Twitter yang mengundurkan diri pada Kamis pekan lalu. Roth kemudian muncul mewakili publik dan setuju dengan beberapa perubahan yang diterapkan oleh Elon Musk. Roth juga sempat bergabung dengan Elon Musk dalam diskusi di Twitter Space untuk meredam kekhawatiran terkait konten yang ada di tengah perubahan Twitter. Aksi pengunduran diri ini menimbulkan gejolak internal baru di Twitter setelah PHK massal yang dilakukan oleh Elon Musk.

ADVERTISEMENT

Dalam pesan Slack seorang pimpinan Twitter lainnya Damien Kieran juga melakukan pengunduran diri. Seorang pegawai Twitter menyampaikan jika prioritas Elon Musk saat ini adalah membuat Twitter bangkit dari kerugian.

Postingan pegawai itu juga menyebut jika Elon Musk kini fokus untuk memberlakukan monetisasi platform. Hal ini disebut bisa membahayakan para pengguna Twitter seperti pembela hak asasi manusia dan oposisi politik. Kondisi ini juga disebut-sebut bisa membuat pegawai Twitter dalam bahaya.

(kil/das)

Hide Ads