Industri garmen dan tekstil ditempa isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Puluhan ribu karyawan dikabarkan kehilangan pekerjaan akibat menurunnya tingkat orderan.
Terkait hal ini, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh Said Iqbal membantah isu tersebut. Menurutnya tidak ada pemecatan atau PHK massal, tapi karyawan hanya diumahkan saja.
"Yang dirumahkan ada, tapi bukan berarti dipecat. Nggak ada itu," katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (16/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Said Iqbal menduga isu PHK sengaja disebar pengusaha agar kenaikan upah menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021. Peraturan tersebut adalah turunan dari onibus law yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat, dan kenaikan upah pun hanya berkisar 2%-4%.
"Ini akal-akalan aja supaya upah minimum pakai PP Nomor 36 tahun 2021. PHK di industri sepatu juga nggak ada. Pabrik Nikomas yang dikabarkan pindah, itu pindah ke pekalongan nggak ada PHK. Mungkin ada yang nggak mau pindah, itu resign dapat pesangon," jelasnya.
Ia mengklaim data PHK yang diumumkan pengusaha merupakan data saat pandemi COVID-19. Sehingga hal itu tidak relevan dengan kondisi sekarang.
Said Iqbal pun membantah Indonesia terdampak ancaman resesi global. Perekonomian Indonesia dinilai baik, bahkan berada di posisi tiga terbaik setelah India dan Filipina.
"Resesi global itu tidak terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 5,72%, nggak negatif," imbuhnya.
Oleh karena itu, Said Iqbal berharap isu PHK tidak dijadikan dalih untuk menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 sebagai dalih menaikkan upah minimum. Apalagi upah minimum sudah tidak naik selama 3 tahun.
"Indonesia terkena resesi global bohong. Terjadi PHK bohong. Tidak ada satu pun anggota KSPI di sekitar pabrik garmen tekstil terkena PHK," pungkasnya.
(dna/dna)