PHK 1.300 Karyawan GoTo Dinilai Bukan karena Resesi, Lalu Apa?

PHK 1.300 Karyawan GoTo Dinilai Bukan karena Resesi, Lalu Apa?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 18 Nov 2022 22:30 WIB
GoTo
Foto: Dok. GoTo
Jakarta -

PT Goto Gojek Tokopedia (GoTo) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 1.300 pegawainya. Menanggapi hal tersebut, Pakar Bisnis Rhenald Kasali mengungkapkan PHK GoTo tak ada hubungannya dengan resesi ekonomi global. Dia mengungkapkan ancaman resesi global yang terus didengungkan, kalau dipercaya bisa menimbulkan resesi sungguhan.

"Eksekutif yang kurang piawai bisa gegabah melakukan pemotongan besar-besaran, dan nanti bisa sebaliknya menimbulkan distrust dan penurunan kinerja," kata dia dalam keterangannya, Jumat (18/11/2022).

Rhenald menyayangkan pernyataan sejumlah pihak yang gegabah menyebarluaskan ketakutan resesi yang seakan-akan sudah di depan mata. Padahal "sesuatu" itu belum terjadi, tapi masyarakat sudah dipaksa mempercayainya dan seakan sudah merasakannya. "Itu namanya Trust Recession, bukan Economic Recession," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menambahkan saat ini untuk membuat publik percaya ada pihak yang mengkaitkan dampak ekonomi dari resesi akibat pandemi yang lalu, dengan resesi tahun depan yang konon sudah dirasakan di Jawa Barat.

"Dikabarkan, katanya, sudah ribuan pekerja tekstil, garmen dan alas kaki yang tujuannya ekspor terdampak PHK," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Pengumuman PHK GoTo ini membuat semua orang berpaling pada ancaman resesi yang sudah gencar disampaikan sejumlah pihak. "GoTo menyatakan, keputusan sulit ini tidak dapat dihindari (18/11/2022). Dijelaskan, tantangan makro ekonomi global berdampak signifikan bagi para pelaku usaha di seluruh dunia. Apalagi kemarin Pemerintah Inggris mengumumkan secara resmi memasuki resesi," jelas dia.

Menurut pakar ekonomi bisnis UI ini ada Economic Recession seperti yang dialami Inggris dan ada Trust Recession yang sekarang dipaksakan ke dalam otak kita seakan-akan resesi terjadi di sini. Menurut dia economic Recession adalah terminologi makro, yang ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi (negatif), dua kuartal berturut-turut.

Penggagas Rumah Perubahan Jakarta Escape ini menjelaskan, dalam ekonomi makro, resesi bukanlah sebuah aib. Ia merupakan bagian alami pergerakan ekonomi, yang bersifat dinamis.

"Kadang perekonomian itu naik, kadang turun. Yang penting, saat turun lakukan langkah-langkah preskriptif secara disiplin. Lagi pula kalaupun resesi, dunia tak akan resesi selamanya, kecuali mereka terlibat dalam konflik (perang) secara berkelanjutan," ujar dia.

Menurut dia yang ramai dibincangkan adalah resesi kedua yang dikenal sebagai Trust Recession, semacam quasi recession (resesi semu/palsu). "Ini adalah sebuah gejala psikologis yang datang dari rasa cemas atau takut yang berlebihan (dari orang yang menarasikan atau yang menyebarluaskan). Kadang gejala ini juga disebut sebagai the negativity bias. Belum lagi resesinya datang, tapi bayangan gelapnya sudah disambut, dipeluk dan dipamerkan sebagai hantu hitam yang 'keren'," jelas dia.

Kondisi ini akan diperparah jika masyarakat percaya dan ketakutan. Maka pengusaha akan melakukan deep cut yaitu memotong anggaran, menutup usaha, menghentikan investasi, ekspansi atau promosi, melakukan penghematan, PHK, mengurangi stok bahkan malas melakukan apapun. Hal ini bisa membuat stagnasi dan depresi.

"Kalau benar Goto terdampak gejolak ekonomi global, tentu kinerjanya buruk, bahkan rugi. Faktanya, Pada akhir kuartal kedua 2022, perusahaan berhasil melakukan penghematan biaya struktural sebesar Rp 800 miliar. Bahwa paska pandemi orang tak segencar berbelanja online seperti sebelumnya, itu bisa saja terjadi. Tapi GoTo punya kekuatan ekosistem keuangan yang solid mulai dari Midtrans sampai Moka yang menjamin solusi Online-Offline (O2O)," ujar dia.

Menurut Rhenald yang perlu diwaspadai sebenarnya bukan dampak resesi, tetapi dampak disrupsi yang akan menghilangkan sekitar 40% lapangan kerja menyusul kemajuan robotisasi, sehingga biaya robot telah turun 65% dalam 10 tahun belakangan ini sementara biaya upah manusia rata-rata naik 8.5% pertahun.

Dampak pengurangan SDM secara permanen akibat disrupsi digital ini sudah harus kita antisipasi mulai dari sekarang. Perhatikan, dulu setiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa menciptakan sekitar 200 ribu lapangan kerja. Ke depan, paling tinggi sekitar 90 ribu. Perusahaan juga harus disadarkan bahwa keinginan bekerja fulltime generasi Z sudah di bawah 50%," kata Rhenald.

(kil/eds)

Hide Ads