Dampak dari KTT G20 ternyata tidak serta-merta dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia. Walaupun terdapat beberapa kesepakatan yang muncul dari momen tersebut, bukan berarti ada perubahan nyata terjadi dalam waktu dekat.
Tauhid Ahmad direktur eksekutif INDEF menjelaskan, ada beberapa keuntungan yang diperoleh Indonesia dalam event akbar tersebut. Ia menyebutkan, ada hal penting yang perlu dipahami oleh masyarakat terkait keuntungan yang diperoleh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama manfaat ekonomi ya dia sebagai penyelenggara ya. Kedua, nama baik karena kita bisa meyakinkan bahwa Indonesia relatif aman. Ketiga adalah munculnya komitmen-komitmen, terutama bukan di G20, tapi di bisnis B20. Nah nilai investasinya yang belum terlihat, belum terpantau komitmen investasi yang tercapai. Tapi dengan itu, harapannya investasi akan masuk ke kita gitu," ungkap Tauhid Ahmad dalam d'Mentor, Kamis (17/11).
Dalam diskusi tersebut, Tauhid memaparkan bahwa ada hal lain yang perlu diwaspadai oleh masyarakat serta pemerintah RI. Meningkatnya jumlah kasus Covid belakangan ini menjadi ancaman yang mungkin mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia.
"Soal pandemi ini kita harus hati-hati. Ancaman besar yang sebenarnya tidak pernah disampaikan. Saat ini China lockdown lagi. Dengan situasi ini, pada akhirnya akan mengganggu supply chain komoditas dunia, dan kita terpengaruh. Dan kita bermitra dengan China, ekspor dan impor kita cukup besar," katanya.
Namun, terlepas dari hasil KTT G20 yang menyadari adanya perlambatan ekonomi dan berujung pada jurang resesi, Tauhid Ahmad memperkirakan bahwa Indonesia masih berada pada titik aman. Kekuatan ekonomi Indonesia saat ini, menurutnya, masih bisa diandalkan sehingga kondisi resesi masih bisa dikondisikan.
"Saya melihat tahun depan, kalau dibilang resesi sepertinya masih jauh ya. Kalau kita melihat perlambatan, itu sudah dirasakan. Misalnya, harga naik perlahan, bunga pinjaman kredit mulai naik, kemudian mencari lapangan pekerjaan itu lebih susah dibandingkan tahun ini. Itu yang relevan dirasakan oleh masyarakat."
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa nantinya, tidak semua lapisan masyarakat terdampak adanya perlambatan ekonomi yang akan terjadi. Ia menjelaskan bahwa gangguan rantai pasokan serta turunnya permintaan akibat perang serta pandemi yang meningkat hanya akan mempengaruhi orang-orang yang bekerja pada sektor tertentu.
"Ada masyarakat yang kena, tapi ada juga yang nggak kena. Yang kena misalnya masyarakat yang bekerja pada sektor terdampak dari krisis global seperti tekstil, sepatu, startup, atau perusahaan yang berbasis pada ekspor." Pungkasnya.
(vys/vys)