Putusan sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) soal pelanggaran penetapan tarif tiket pesawat kembali berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Hal ini terjadi setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi KPPU terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang membatalkan putusan sidang soal pelanggaran penetapan tarif tiket pesawat.
Putusan yang dimaksud adalah putusan sidang KPPU atas perkara nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri yang melibatkan 7 (tujuh) maskapai udara nasional. Ketujuh maskapai tersebut adalah Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, Nam Air, Batik Air, Lion Air, dan Wings Air.
"Dari sistem informasi perkara pada laman resmi MA menunjukkan bahwa permohonan kasasi KPPU telah diputuskan MA pada hari Selasa, 13 Desember 2022 dengan mengabulkan permohonan kasasi. Dengan dikabulkannya permohonan kasasi tersebut, maka Putusan KPPU telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dan wajib dilaksanakan," ungkap M. Hadi Susanto, Direktur Penindakan KPPU, dikutip dari keterangan resminya, Minggu (18/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini bergulir sejak tahun 2019, saat isu mengenai persaingan usaha tidak sehat di balik tingginya harga tiket pesawat mengemuka. Penelitian inisiatif pun dilakukan KPPU atas layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi penerbangan dalam negeri di Indonesia.
Penelitian tersebut dilanjutkan dengan penyelidikan kepada 7 maskapai yang kemudian ditetapkan menjadi Terlapor. Pada proses persidangan Majelis Komisi, ditemukan bukti yang menunjukkan telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha dalam meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, serta meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.
Hal ini berdampak pada berkurangnya ketersediaan tiket pesawat domestik dan jika ada, tersedia dengan harga yang relatif tinggi.
"KPPU menilai telah terjadi kesepakatan secara diam-diam atau dikenal dengan istilah concerted action yang diperkuat dengan fakta terjadinya parallelism dalam pengurangan subclass tiket pesawat dengan harga murah," papar Hadi Susanto.
Atas fakta tersebut, KPPU pada 23 Juni 2020 memutus bahwa tujuh maskapai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 (Penetapan Harga) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999.
KPPU menjatuhkan sanksi berupa berupa perintah kepada para Terlapor untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat selama dua tahun, sebelum kebijakan tersebut diambil.
Hanya saja, setelah putusan itu diambil oleh KPPU, grup maskapai Lion Air, yang terdiri dari Batik Air, Lion Air, dan Wings Air mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gayung bersambut, gugatan keberatan itu diterima oleh PN Jakarta Pusat tanggal 2 September 2020 dengan nomor perkara 365/Pdt.Sus-KPPU/2020/PN Jkt.Pst. Hasilnya, putusan PN Jakarta Pusat membatalkan Putusan PKPU soal pelanggaran harga tiket pesawat.
KPPU pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung soal putusan PN Jakarta Pusat yang menerima keberatan Lion Group. Hasilnya, MA membatalkannya putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan Lion Air Group.
Dengan begitu putusan sidang KPPU atas perkara nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri yang melibatkan 7 (tujuh) maskapai udara nasional kembali berkekuatan hukum tetap.
(hal/dna)