Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja. Salah satu aturan yang tertuang di dalamnya ialah pengusaha tidak bisa asal memecat karyawannya.
Saat kemunculannya pada 30 Desember 2022 kemarin, Perppu ini menuai polemik di masyarakat. Salah satu poin yang disoroti ialah yang mengatur soal ketenagakerjaan.
Disebutkan dalam pasal 153 Perppu Cipta Kerja, tepatnya di halaman 557, pengusaha dilarang untuk mengambil langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilandasi atas beberapa alasan. Salah satunya ialah karena adanya perkawinan antar rekan kerja di kantor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengusaha dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Pekerja/Buruh dengan alasan mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan," bunyi pasal 153 ayat 1 butir f, dalam Perppu tersebut, dikutip Senin (02/01/2022).
Tidak hanya itu, disebutkan pula kalau perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan karyawan tersebut berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.
Pasal 153 ayat 1 ini berisi 10 butir dari a-f, memuat alasan-alasan yang dilarang dipergunakan oleh pengusaha dalam mengambil tindak PHK karyawan. Dengan kata lain, pengusaha tidak bisa sembarangan mencari alasan untuk memutus kerja karyawannya.
"Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan Pengusaha wajib mempekerjakan kembali Pekerja/Buruh yang bersangkutan," bunyi ayat 2 dalam pasal 153 tersebut.
Berikut 10 alasan yang tercantum dalam pasal 153 ayat 1 tersebut. Pengusaha dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Pekerja/Buruh dengan alasan:
a. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. menikah;
e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;
g. mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/ Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
h. mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menumt surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
(zlf/zlf)